Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa waktu terakhir terungkap sejumlah akun media sosial palsu atau bodong menyaru mengatasnamakan akun layanan perbankan seperti BCA, BRI, dan BNI dengan berusaha menipu nasabah yang mengajukan komplain atau keluhan melalui media sosial.
Adapun, modus yang digunakan penipu adalah meniru foto profil, nama, dan keterangan (bio) dari sebuah akun layanan pelanggan sebuah bank. Akun bodong ini membalas cuitan warganet yang bertanya atau mengajukan komplain ke akun resmi bank tersebut.
Dari sana, penipu yang menggunakan akun bodong akan meminta si calon korban untuk menghubunginya via aplikasi pesan instan, salah satunya WhatsApp.
Pakar Keamanan Teknologi dan Siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya pun menilai fenomena tersebut menguatkan agar peran pemerintah dan kalangan terkait seperti lembaga perbankan atau jasa yang dipalsukan agar segera melakukan tindakan proaktif untuk mencegah hal tersebut terulang kembali.
“Pemerintah seperti cybercrime perlu menindak tegas para pelaku yang mencemarkan nama baik negara karena tingkat penipuan ini selaras dengan Digital Civility Index [DCI] Indonesia termasuk paling buruk di dunia. Padahal, penyebabnya adalah ulah segelintir orang yang mengeksploitasi masyarakat dengan cara menipu demi keuntungan pribadinya,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (17/3/2021).
Sekadar catatan, berdasarkan laporan Microsoft mengenai DCI, skor tingkat kesopanan warganet Indonesia tercatat sebagai yang terendah se-Asia Pasifik, di mana penilaian tersebut terkait perilaku warganet di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk risiko penyebarluasan hoaks, ujaran kebencian, diskriminasi hingga penipuan.
Alfons melanjutkan, pemerintah melalui Kominfo dan pihak selular juga perlu melakukan tindakan melalui deteksi ponsel yang aktif mengganti kartu SIM dan blacklist gawai tersebut.
“Logikanya, ponsel berganti kartu SIM sebulan 1—2 kali saja sudah terlalu sering. Ini kalau tiap minggu ganti beberapa kali artinya ada yang tidak beres dan hal ini perlu ditindaklanjuti dan diblokir untuk meminimalisir tujuan kejahatan,” katanya.
Sementara itu, dia mengatakan untuk pihak perbankan perlu membentuk satuan petugas (satgas) yang mengidentifikasi dan melaporkan kepada pihak berwajib segala bentuk penipuan untuk diidentifikasi dan ditangkap serta diberi hukuman yang setimpal dan diumumkan ke publik.
“Pada dasarnya yang diincar adalah OTP, karena itu pemilik akun dan layanan harus secara sadar melindungi OTP atau PIN mereka dan jangan pernah memberikan PIN yang diterima melalui SMS kepada siapapun dengan alasan apapun,” katanya.
Berdasarkan data patroli siber per Maret 2020—Maret 2021 terjadi kasus penipuan daring sebanyak 403 kasus, pencurian data atau identitas sebesar 5 kasus, pengubahan tampilan situs 7 kasus, dan 43 kasus manipulasi data.