Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai skema lelang frekuensi 2,3 GHz pada 2020 lebih baik bagi kesehatan industri dan keadilan pemanfaatan spektrum frekuensi.
Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Nonot Harsono menilai skema lelang frekuensi tahun lalu, yang hanya memperbolehkan peserta lelang memenangkan satu blok saja, sudah tepat.
“Skema yang lalu sebenarnya lebih adil karena ada pemerataan spekturm dengan tiga operator yang menang. Lebih baik bagi kesehatan industri ada peluang mereka menggabung ketiga spektrum,” kata Nonot kepada Bisnis.com, Selasa (16/3/2021).
Pada lelang frekuensi 2,3 GHz sebelumnya, Kemenkominfo telah menetapkan tiga operator seluler – Tri, Telkomsel dan Smartfren – sebagai peserta yang lolos persyaratan administrasi.
Ketiganya hanya berhak untuk memilih satu blok dari tiga blok yang dilelang. Masing-masing blok terdapat 10 MHz yang memberi layanan di sejumlah kawasan, yang tidak terdapat PT Berca Hardayaperkasa.
Adapun mengenai skema baru lelang 2,3 GHz, Nonot mempertanyakan motivasi dari regulator. Kemenkominfo sebagai regulator harus menjelaskan tujuan dari lelang secara gamblang, apakah, untuk menyehatkan semua operator seluler, menyehatkan salah satu, atau hanya ingin mengejar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hasil lelang.
Jika regulator hanya mengejar PNBP, kata Nonot, regulator agak keliru. Sebab, seharusnya Kemenkominfo mengejar pendapatan dari pajak operator terlebih dahulu, bukan dari PNBP.
Sementara itu, lelang 2,3 GHz yang memperbolehkan peserta lelang mendapat lebih dari satu blok, akan membuat operator saling mengajukan harga tinggi untuk mendapat frekuensi, di tengah kondisi perusahaan yang masih berdarah-darah.
“Jadi tersenyum hanya sepintas saja karena PNBP naik, tetapi setelah itu industri menderita. Sekarang beban operator sudah puluhan triliun rupiah ke vendor,” kata Nonot.
Nonot meyakini dalam lelang 2,3 GHz nanti, operator dengan modal jumbo yang akan menang. Lelang akan dipenuhi persaingan operator yang saling mengajukan harga tertinggi, yang berdampak pada peningkatan PNBP.