Bisnis.com, JAKARTA – Migrasi siaran analog ke digital (analog switch off/ASO) yang sempat tertunda bebeapa tahun, kini ditarget harus terlaksana selama 20 bulan lagi.
Mau tidak mau, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus berlari kencang, mengingat masih memiliki segudang pekerjaan rumah di tengah waktu yang makin sempit. Berikut sejumlah persiapan yang harus diselesaikan Kemenkominfo dan pemangku kepentingan lainnya:
Operator Multipleksing
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan akan melibatkan lembaga penyiaran swasta (LPS) dalam menyediakan infrastruktur multipleksing. Dengan kebijakan ini LPS tidak perlu berinvestasi di infrastruktur karena mereka bisa menyewa kepada penyedia multipleksing. Kebijakan berbagi infrastruktur multipleksing ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.
Sayangnya, saat ini LPS baru membangun di 12 provinsi. Adapun Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI telah memiliki infrastrukturn di 36 provinsi, tetapi jumlah tersebut dikhawatirkan masih kurang karena banyaknya jumlah LPS yang ada saat ini.
“Hal ini diperlukan untuk melengkapi kebutuhan multipleksing yang telah diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik [LPP] TVRI,” kata Johnny dalam konferensi virtual, Kamis (4/3/2021).
Adapun 22 provinsi yang masih membutuhkan infrastruktur multipleksing swasta antara lain; Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Kemudian, Sulawesi Barat, Gorontalo, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.
Set-Top-Box (Dekoder)
Set Top Box atau Dekoder adalah alat yang berisikan perangkat dekoder yang berguna untuk mengatur saluran televisi yang akan diterima, kemudian dipilih sesuai kebutuhan.
Alat ini dibutukan untuk membantu televisi untuk mengakses siaran digital. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum memiliki STB sehingga dikhawatirkan tidak dapat mengakses program siaran digital ketika dipadamkan.
Kemenkominfo dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) silang pendapat soal jumlah kepala keluarga yang belum memiliki STB. Melansir data BPS, Kemenkominfo menilai jumlah warga kurang mampu, yang dianggap tidak dapat membeli STB, sebanyak 6,7 juta kepala keluarga.
Sementar itu, ATVSI menilai jumlah kepala keluarga yang belum memiliki STB lima kali lipat lebih besar daripada yang disebutkan Kemenkominfo, yaitu mencapai 35 juta. Dari jumlah tersebut, para penyelenggara multipleksing dari LPS di 12 provinsi menyanggupi memberikan 8,7 juta STB. Artinya terdapat sekitar 26 juta lebih kepala keluarga yang berpotensi tidak memiliki STB ketika ASO dilakukan pada November 2022.
“Apakah ada kelonggaran APBN untuk STB? Anggaplah 1 STB senilai Rp200.000 berarti 27 juta STB sekitar Rp5,4 triliun [dana APBN] untuk STB saja,” kata Wakil Ketua I Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil Tobing.
Sosialisasi
Meski siaran digital bukanlah hal baru di dunia, tetapi di Indonesia ini merupakan yang pertama kali mengadopsinya. Untuk diketahui, di Asia Tenggara, Indonesia menjadi satu dari tiga negara yang belum menggelar siaran digital.
“Mereka juga harus sosialisasi ke masyarakat dan itu butuh waktu yang lama. Digital kualitasnya lebih bagus. Sebenarnya sosialisasi yang lebih berat,” kata Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB Ian Yosef M. Edward kepada Bisnis.com, Kamis (4/3/2021).