Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai kloning ponsel merupakan modus serangan siber yang marak dan mulai meresahkan masyarakat.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa kloning ponsel mengarah pada serangan siber dengan modus kloning sim card atau sim swap.
“Modusnya, kalau ponsel mungkin menggunakan IMEI yang sama. Namun, sim card swap ini data pengguna dan akun media sosial serta akun e-commerce atau fintech dicuri dengan mengambil alih sim card asli,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (23/11/2020).
Dia menyebutkan bahwa modus tersebut mengincar akun finansial dan data pribadi dari korban.
Selain itu, dia mengatakan bahwa kloning ponsel juga mengintai masyarakat akibat membuka website sembarangan yang berbahaya atau melakukan instal aplikasi berbahaya seperti aplikasi bajakan sehingga ada kerentanan malware masuk.
"Selain itu, dalam banyak kasus, saat membeli ponsel android bekas sudah ada malware yang ditanamkan dan menguras data," katanya.
Sementara itu, pengamat keamanan siber vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan bahwa terdapat beberapa ciri-ciri bahwa pengguna telah terkena modus kloning ponsel.
“Ada pesan tidak terduga yang meminta pengguna restart perangkatnya. Ini adalah tanda pertama bahwa ponsel atau SIM akan dibajak orang tak bertanggung jawab. Dengan restart, perangkat memberikan celah bagi penjahat untuk memulai proses kloning,” katanya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa ciri-ciri lainnya pengguna menerima pesan atau panggilan ponsel yang tidak dikenali, atau justru tidak ada pesan atau telepon sama sekali, dan lokasi perangkat berbeda pada Find My Device.
“Adapun, implikasi dari modus ini membuat masyarakat akan ketakutan dan merasa selalu tidak aman menggunakan layanan keuangan digital dan menghindari. Bahkan, bisa alergi terhadap layanan keuangan digital,” ujarnya.