1 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Laju Teknologi dan Informasi Stagnan

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 19 Oktober 2020 | 18:48 WIB
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku penyelenggara dan jasa telekomunikasi menilai bahwa 1 tahun kepemimpinan Joko Widodo – Ma’ruf Amin belum memperlihatkan dampak yang signfikan bagi pengembangan sektor teknologi, informasi dan komunikasi (TIK).

Pemeritah daerah masih mempersulit pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Utilisasi infrastruktruktur yang telah terbangun pun tidak optimal.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Muhammad Arif menilai bahwa dalam 1 tahun terakhir tidak ada perkembangan yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi di era Jokowi – Ma’ruf.

Penetrasi layanan internet tetap (fixed broadband) masih stagnan seperti tahun sebelumnya yaitu sebesar 15 persen secara nasional. Selain itu utilisasi Palapa Ring juga rendah.

“Pointnya adalah tidak ada suatu gebrakan yang berarti,” kata Arif kepada Bisnis.com, Senin (19/10/2020).

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, utilisasi Palapa Ring pada Agustus lalu masih dibawah 50 persen dengan perician yakni, Palapa Ring Barat sekitar 33 persen, Palapa Ring Tengah sekitar 15 persen, dan Palapa Ring Timur sekitar 14,3 persen untuk serat optik dan 42,7 persen untuk microwave.

Arif menyarankan agar pembangunan infrastruktur telekomunikasi lebih cepat dan tepat, pemerintah melalui Kemenkominfo perlu melibatkan operator telekomunikasi. Pasalnya, operator lebih mengetahui kondisi di lapangan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) Marwan O. Baasir mengatakan komitmen Jokowi-Ma’ruf untuk mendukung transformasi digital merupakan langkah besar bagi industri. Hanya saja, semangat ini tidak diimbangi dengan kebijakan sejumlah pemerintah daerah yang masih mempersulit pembangunan infrastruktur telekomunikasi.

Pemerintah daerah menarik biaya retribusi yang besar sehingga membebani para operator telekomunikasi. Dampaknya, harga layanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi mahal.

“Akses ke pemerintahan juga terjangkau kalau bisa. Jalan Kabupaten, Kota, tiang-tiang kalau bisa diatur,” kata Marwan.

Marwan berharap agar ke depan industri telekomunikasi mendapat keringanan dalam pembayaan biaya regulasi atau regulatory charges. Komponen biaya regulasi terdiri dari biaya hak penggunaan frekuensi, biaya Universal Service Obligation (USO) dan lain sebagainya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper