Bisnis.com, JAKARTA – Badan Perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN) menyatakan terus memantau perkembangan dari maraknya layanan pesan singkat yang dikirim secara terus-menerus (SMS spam) yang telah meresahkan masyarakat.
Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan BPKN Arief Safari mengatakan hingga saat ini pengaduan yang masuk ke BPKN sejak 2017 sampai Agustus 2020 mencapai 3,269 pengaduan.
“Dari Januari hingga Agustus 2020 saja, sudah ada 890 pengaduan. Pengaduan sektor telekomunikasi ada 53 pengaduan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (23/9/2020).
Arief pun mengatakan bahwa sebagai contoh spam SMS dapat berasal ragam pihak, seperti dari operator, mitra operator atau individu.
“Kalau dari operator atau mitra, kami minta regulator mengatur soal itu kalau belum ada aturannya. Jadi, apabila ada aturannya kami minta ditegakkan aturannya. Kalau belum ada aturannya. [Kami minta] harus dibuat agar hak konsumen terlindungi dengan baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan BPKN sudah memantau terkait dengan perlindungan konsumen di sektor telekomunikasi. Pada 2011, BPKN memberikan beberapa rekomendasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), yang salah satunya untuk mengkaji jumlah pelaku usaha atau operator yang ada.
Selain itu, rekomendasi lainnya adalah agar Kementerian Komunikasi dan Informatika mengefektifkan pengawasan, meninjau kembali pemberian fasilitas SMS gratis, mekanisme ganti rugi, menetapkan regulasi untuk pengadaan auditor independen, dan memperkuat perlindungan atas privasi konsumen, serta membenahi pengaturan dan mekanisme pendaftaran pelanggan.
Selanjutnya, Arief mengatakan bahwa BPKN kembali memonitor berbagai insiden di sektor telekomunikasi yang bukan hanya insiden SMS spam, tetapi juga iklan tipuan seperti premium call, SMS tipuan hadiah, hingga lonjakan tagihan (shock billing), dan autoreg ilegal dari layanan content melalui web link.
“Pada Desember 2013, BPKN juga menyampaikan rekomendasi lagi kepada Menkominfo bahwa perlu penguatan regulasi dibidang telekomunikasi khususnya yang menyangkut perlindungan konsumen dan perlu didorong pembentukan lembaga independen terakreditasi dalam melaksanakan validasi tarif dan kesesuaian jasa layanan telekomunikasi,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini juga perlu bagi Kemenkominfo untuk mengulas kembali keputusan Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi Dan Informatika No. 21/2013 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten Pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas.