Bisnis.com, JAKARTA – Kegiatan berbagi spektrum frekuensi untuk penerapan teknologi baru akan diperbolehkan seiring dengan disahkannya rancangan undang-undang Omnibus Law.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya mengatakan sebagian besar klaster telekomunikasi dalam RUU Omnibus Law sudah selesai dibahas dan disepakati.
Pembahasan klaster telekomunikasi hanya menyisakan mengenai pasal 60 A yang membahas mengenai Analog Switch Off (ASO). Rencananya masalah ini akan dibahas minggu depan.
“Telekomunikasi rata-rata sudah diketok semua, tinggal satu yang belum (ASO) itu menunggu waktu insyaallah tunggu,” kata Willy kepada Bisnis.com, Kamis (17/9/2020).
Adapun mengenai sejumlah pasal yang masih membutuhkan penjelasan, kesepahaman, pendalaman dan masalah redaksional nantinya akan dibahas bersama tim perumus dan tim sinkronisasi DPR RI dengan pemerintah.
Dia berharap agar pembahasan mengenai telekomunikasi segera selesai, mengingat masih terdapat banyak bab yang perlu dibahas lagi oleh pemerintah.
Omnibus Law tersebut juga akan memperbolehkan penyelenggara telekomunikasi untuk berbagi infrastruktur aktif dengan skema kerja sama antara penyelenggara telekomunikasi. Aktivitas berbagi infrastruktur aktif dan frekuensi radio telah masuk ke Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) RUU Omnibus Law.
Dalam pembahasan RUU Omnibus Law antara Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu, disepakati bahwa kegiatan berbagi spektrum frekuensi yang tertera pada pasal 33 ayat 6 diperbolehkan dalam penerapan teknologi baru. Pasal tersebut masuk ke dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Omnibus Law.
Dalam klaster telekomunikasi pasal 33 ayat 6 disebutkan bahwa Pemegang Perizinan Berusaha terkait penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan : kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio, dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
Hasil rapat memutukan bahwa frasa tersebut diubah dan ditambahkan dengan menyelipkan kata-kata penerapan penerapan teknologi baru.
Kemudian, Baleg juga menyelipkan dua pasal di antara pasal 34 dan 35 UU Telekomunikasi. Pasal pertama adalah 34A yang intinya memperbolehkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah membangun infrastruktur yang kemudian infrastruktur telekomunikasi pasif tersebut digunakan secara bersama-sama oleh penyelenggara jasa telekomunikasi.
Kemudian pasal 34B membahas mengenai pemberian akses pemanfaatan infrastruktur pasif dan aktif milik perusahaan penyelenggara telekomunikasi atau nontelekomunikasi oleh penyelenggara telekomunikasi.
Hasil rapat memutuskan perusahaan apapun yang memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk kebutuhan telekomunikasi maka wajib untuk membuka akses secara adil, wajar dan non-diskriminatif.
Selain itu, hasil rapat juga menyebutkan bahwa pelaku usaha yang memiliki infrastruktur aktif, di bidang telekomunikasi dan atau penyiaran, dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi dan atau penyelenggara penyiaran lain dengan skema kerja sama atau business to business (B2B). Pasal ini masih diminta penjelasan mengenai infrastruktur yang boleh dikerjasamakan selain infrastruktu aktif dan pasif.