Siklus Matahari 25 Sudah Berjalan, Apa Dampaknya pada Bumi?

Fransiscus Primus Hernata
Rabu, 16 September 2020 | 12:39 WIB
Siklus matahari 25
Siklus matahari 25
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Siklus Matahari atau Solar Cycle 25 sudah mulai.

Para ahli dari NASA dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mendiskusikan hasil dari analisis dan prediksi mereka mengenai siklus matahari yang baru dan bagaimana perubahan baru dalam kondisi luar angkasa dapat berdampak pada kehidupan dan teknologi kita di Bumi, maupun astronot di luar angkasa.

Menurut The Solar Cycle 25 Prediction Panel, yaitu sebuah group internasional yang terdiri dari para ahli yang di sponsori oleh NASA dan NOAA, telah mengumumkan bahwa fenomena solar minimum terjadi pada desember 2019, menandai permulaan siklus matahari yang baru. Dikarenakan matahari kita sangat tidak tetap kondisinya, akan dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui secara pasti kapan kejadian ini berlangsung.

Para ilmuwan menggunakan bintik matahari untuk melacak proses siklus matahari, yaitu sebuah bercak di permukaan Matahari yang berhubungan dengan aktivitas matahari, yang sering menjadi tempat munculnya ledakan besar seperti semburan matahari maupun lontaran massa koronal yang bisa menyemburkan cahaya, energy, dan material matahari menuju luar angkasa.

“Setelah kita melewati fase solar minimum dan mendekati siklus maximum matahari ke 25, sangatlah penting untuk mengingat bahwa aktivitas matahari tidak pernah berhenti, dan terus akan berubah seiring berjalannya waktu,” ujar Lika Guhathakurta ilmuwan matahari dari Heliophysics Division di markas besar NASA di Washington seperti dikutip dari phys.org.

NASA dan NOAA, bersama dengan Federal Emergency Management Agency bersama dengan agensi federal dan departemen lainnya, bekerja sama dalam National Space Weather Strategy and Action Plan untuk meningkatkan kesiapan dan melindungi bangsa kita dari bahaya yang disebabkan perubahan kondisi luar angkasa.

NOAA memberikan prediksi cuaca luar angkasa dan menggunakan satelit untuk mengamati kondisi cuaca luar angkasa secara langsung, sedangkan NASA bertugas sebagai peneliti, yang membantu pemahaman kita akan luar angkasa dan membuat model perkiraan yang akan terjadi.

Perkiraan cuaca luar angkasa juga sangatlah penting untuk mendukung program pesawat luar angkasa dan astronot Artemis. Penelitian kondisi luar angkasa ini merupakan langkah pertama dalam memahami dan mitigasi pengaruh paparan radiasi luar angkasa terhadap astronot. Kedua investigasi sains yang pertama akan dilakukan pada stasiun luar angkasa akan mempelajari kondisi cuaca luar angkasa dan memonitor lingkungan radiasi di orbit bulan.

Para ilmuwan sedang bekerja dalam membuat model prediksi sehingga mereka suatu hari nanti dapat merperkirakan cuaca luar angkasa seperti yang dilakukan para meteorologist melakukan perkiraan cuaca di Bumi.

Memahami siklus dari matahari merupakan salah satu langkah dalam mempersiapkan hal tersebut. Untuk dapat menentukan awal mula siklus matahari baru, tim panelis prediksi telah mengkonsultasikan data bulanan bintik matahari dari World Data Center mengenai index bintik matahari dan observasi jangka panjang matahari, yang terletak pada Royal Observatory of Belgium di Brussels, yang melacak bintik matahari dan menentukan secara tepat mengenai siklus tinggi dan rendah matahari.

“Kita menyimpan catatan merinci mengenai bebrapa bintik matahari kecil yang menandakan permulaan dan munculnya siklus baru,” Ujar Frédéric Clette, Pemimpin pusat dan salah satu anggota panelist prediksi.

“Hal ini merupakan awal mula dari ledakan matahari yang besar di masa depan. Hanya dengan mengikuti kecenderungan secara umum dari kondisi yang terjadi selama beberapa bulan kita dapat menentukan titik perubahan antara kedua siklus," tambahnya.

Dengan solar minimum di belakang kita, para ilmuwan berekspektasi siklus matahari akan mengalami peningkatan menuju maximum berikutnya pada juli 2025. Doug Biesecker, Wakil pemimpin dari panelis serta fisikawan matahari pada NOAA's Space Weather Prediction Center (SWPC) di Boulder, Colorado, berkata bahwa siklus matahari 25 akan diantisipasi sekuat siklus matahari sebelumnya, yang dimana di bawah siklus rata-rata, tetapi tanpa ada risiko.

“Meskipun kita berada di bawah rata-rata siklus matahari pada umumnya, bukan berarti tidak ada resiko kondisi cuaca luar angakasa yang ekstrim,” ujar Biesecker.

“Matahari berdampak pada kehidupan sehari-hari kita dan hal tersebut nyata. SWPC berjalan 24/7 jam, dan 365 hari selama setahun dikarenakan matahari kita selalu dapat memberikan kita sesuatu untuk diperkirakan” tambahnya.

Elsayed Talaat, direksi dari Office of Projects, Planning, and Analysis for NOAA's Satellite and Information Service di Silver Spring, Maryland, mendeskripsikan perkembangan negara pada Space Weather Action Plan dan juga perkembangan yang akan mendatang, termasuk observatori NOAA's Space Weather Follow-On L-1, yang diluncurkan pada 2024, sebelum siklus solar 25 diprediksi memuncak.

“Seperti apa yang dilakukan NOAA's National Weather Service membuat kita menjadi bangsa siap cuaca, maka kita akan juga berusaha menjadi bangsa siap akan cuaca luar angkasa” Ujar Talaad 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper