Bisnis.com, JAKARTA – Penutupan layanan platform dagang elektronik (e-commerce), Blanja.com membuktikan bahwa perusahaan joint venture antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (persero) dan eBay tersebut tidak sanggup bersaing di kompetisi lokapasar daring Tanah Air.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menilai bahwa platform e-commerce sejatinya, memang perlu memiliki inovasi dan kreativitas secara berkelanjutan. Pasalnya, persaingan antar pelaku e-commerce yang makin ketat.
“Kompetisi harus ada nilai tambah, nilai pembeda, karena persaingan ketat, modalnya juga harus siap besar. Saya baru dengar [nama] Blanja.com hari ini, baru tadi pagi. Maksudnya, [Blanja.com] bisa dikatakan tidak berasil menembus ke papan tengah dari kompetisi e-commerce,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (01/09/2020).
Berly mengatakan karena sulitnya Blanja.com untuk masuk ke dalam kompetisi antara raksasa e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, dan Lazada yang menjadi alasan perusahaan di bawah naungan BUMN tersebut mengambil langkah bijak untuk merubah model bisnis.
“Jadi, daripada bakar duit terus dan tetap sulit untuk masuk ke dalam kompetisi, memang mereka tau harus kapan berhenti dan mengubah model bisnisnya. Memang dalam bisnis itu hal biasa, tetapi sebaiknya pada model bisnis selanjutnya ada pertimbangan ke depan yang lebih baik,” tuturnya.
Sekedar catatan, Blanja.com terhitung 1 Oktober 2020 akan menghentikan operasinya. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Digital Business Telkom, Fajrin Rasyid.
Berly pun mengatakan bahwa strategi bisnis perlu untuk mencakup diversifikasi, inti bisnis yang kompeten, pemilihan sektor dan prospek pasar, serta memahami pesaing.
“Blanja.com paham [e-commerce] adalah prospek [bisnis] yang bagus, tetapi pesaingnya berat. Dan, [Blanja.com] benar untuk cut off, ketika melihat peluang di B2C [bisnis-ke-konsumen] tidak bagus berarti harus siap ganti model,” jelasnya.