Dana Terbatas, Pemerintah Mesti Bijak Bangun Jaringan Telekomunikasi

MG Noviarizal Fernandez
Senin, 31 Agustus 2020 | 19:35 WIB
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Keterbatasan anggaran mengharuskan Pemerintah bertindak bijak dalam membangun jaringan telekomunikasi di daerah pelosok.

Sebagaimana diketahui, pada 2021, Pemerintah menyiapkan anggaran Rp14,7 triliun untuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), yang akan dipergunakan untuk transformasi digital dan akses internet di 12.500 desa/ kelurahan daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) di Indonesia.

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan pemerintah harus ekstra hati-hati dalam mengalokasikan anggaran, terlebih lagi saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Dia, memperkirakan ekonomi Indonesia masih belum membaik sehingga memengaruhi pendapatan negara.

Sementara itu, defisit anggaran tahun depan diperkirakan mencapai 5,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau Rp971,2 triliun dan pembayaran hutang mencapai Rp373 triliun.

“Melihat dari kenyataan tersebut saya memperkirakan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di 2021 berpotensi mengalami penundaan. Meski Menkominfo mengatakan akan menggunakan dana nonpajak, namun saya perkirakan tidak akan mencukupi,” ujarnya, Senin (31/8/2020).

Dia menilai sebenarnya pemerintah memiliki banyak pilihan untuk memberikan layanan di 12.500 desa yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi, tanpa harus membebani keuangan negara yakni memutuskan langkah mana yang akan menjadi prioritas dalam penggunaan teknologi.

Uchok menyarankan kepada Kemkominfo untuk terlebih dahulu memetakan daerah 3T mana saja yang menjadi target jangka pendek, menengah dan panjang program pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi, termasuk teknologi yang akan dipakai serta potensi dan infrastruktur dasar yang dimiliki di wilayah tersebut.

“Ini membutuhkan kecepatan dan kecerdasan serta kapasitas yang mumpuni dari jajaran Kemenkominfo. Sehingga dengan anggaran yang terbatas pencapaian pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi yang menjadi ojektif pemerintah dapat tercapai. Bukti terbatasnya kemampuan dan kapasitas jajaran Kemenkominfo ini dapat dilihat dari tidak akuratnya data yang dimiliki oleh Kemenkominfo dan BAKTI,” terang Uchok.

Dengan dana yang terbatas, lanjutnya, opsi yang paling terjangkau dengan memanfaatkan jaringan Palapa Ring yang sudah tergelar yang sebenarnya merupakan keinginan keinginan Presiden Jokowi. Cara untuk memanfaatkan serta meningkatkan utilisasi Palapa Ring, tuturnya, dapat dilakukan dengan menggunakan dana APBN 2021 untuk membuat jaringan backhaul fiber optik maupun microwave link.

Saat ini, pemerintah sudah menyediakan Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL) Palapa Ring Paket Barat, Palapa Ring Paket Tengah dan Palapa Ring Paket Timur. Utilisasi Palapa Ring dari 3 paket tersebut, kata dia, masih jauh di bawah harapan. Contohnya saja Palapa Ring Paket Barat yang terdiri dari 24 core (12 pair) dengan kapasitas masing-masing pair 100 Gbps.

PT Palapa Ring Barat selaku operator baru memanfaatkan 1 pair kapasitas yang ada di jaringan Palapa Ring Barat. Dari 1 pair kapasitas yang dimanfaatkan PT Palapa Ring Barat, utilisasinya pun masih terbilang rendah yaitu hanya 30 persen.

“Memperhatikan besarnya kapasitas yang masih idel, seharusya Pemerintah melalui Kemenkominfo di bantu BPK dapat melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu mengenai kapasitas dan utilisasi Palapa Ring,” ucapnya.

Jika daerah yang disasar Kemenkominfo memiliki geografis yang menantang dan tidak memungkinkan dijangkau oleh jaringan Palapa Ring, Pemerintah menurutnya, bisa memilih opsi untuk menggunakan satelit yang telah dioperasikan operator telekomunikasi. Jika kapasitas satelit sudah tidak memungkinkan lagi, Uchok meminta agar pemerintah juga bisa mempertimbangkan untuk menggunakan satelit Starlink atau Low Earth Orbit Satellite (LEO).

“Dari kajian awal terlihat anggaran yang dibutuhkan untuk satelit jenis ini lebih rendah. Namun, sebagai teknologi yang masih baru, tentunya kajian menyeluruh perlu dilakukan guna memastikan pilihan ini tidak membebani keuangan negara di masa mendatang,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper