Bisnis.com, JAKARTA - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diminta untuk melakukan strategi antisipasi untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan siber di saat pandemi Covid-19. Terlebih, selama Maret 2020 sudah ada 26.000 serangan siber.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta beralasan langkah itu harus dilakukan BSSN karena saat pandemi, hampir semua kegiatan baik pemerintah maupun masyarakat dilakukan secara daring.
"Traffic internet dari rumah dipastikan memadat, sejauh ini penggunaan media sosial meningkat 40 persen. Sementara, penggunaan aplikasi belajar daring meningkat 5404 persen, aplikasi penunjang kerja dari rumah juga meningkat sebesar 443 persen," kata Sukamta, Kamis (16/4/2020).
Dia mengklaim dengan kondisi seperti itu dapat meningkatkan potensi ancaman siber, termasuk pencurian atau kebocoran data. Langkah antisipatif harus dilakukan meskipun data tren serangan siber cenderung menurun setelah diberlakukan kebijakan bekerja dari rumah (WfH), dari Januari-Februari 2020 sekitar 28.000 serangan, menjadi sekitar 26.000 serangan pada Maret 2020.
Pihaknya menilai secara kualitas serangan tetap berbahaya, karena kalau satu saja serangan siber berkualitas dan berhasil menjebol ketahanan siber nasional, nanti bisa kelabakan.
Sukamta menegaskan pemerintah jangan sampai lengah dan harus serius membuat sistem keamanan siber yang bisa diterapkan terhadap situs, program atau aplikasi-aplikasi yang digunakan Indonesia, baik individu, komunitas, korporasi dan khususnya lembaga negara.
"Jika di China ada Great Firewall, semacam sistem untuk menyensor konten-konten tertentu, maka perlu juga kita di sini membuat sistem serupa. Di sana juga ada Golden Shield Project yang berupa sistem keamanan informasi," katanya.