Bisnis.com, JAKARTA - Kombinasi iklan televisi dan Facebook untuk barang-barang fast moving consumer goods (FMCG) akan lebih efektif untuk mendongkrak penjualan.
Marketing Science Lead untuk Facebook di Indonesia Adisti Latief mengatakan, Facebook terus mendukung perkembangan bisnis yang mengadopsi teknologi digital untuk memberikan program dan solusi dan membantu mereka terhubung dengan para konsumen melalui cara yang lebih bermakna, sehingga nantinya dapat menciptakan dampak ekonomi yang lebih luas.
"Salah satu solusi yang kami berikan adalah pemahaman pentingnya pengukuran biaya iklan yang dapat berdampak pada penjualan dan pertumbuhan bisnis," ujarnya, Selasa (11/2/2020).
Johan Pangaribuan, Expert Solution Director Kantar Indonesia, menjelaskan bahwa tingkat pengembalian belanja iklan (return on ads spend) melalui sinergi televisi dan facebook bisa mencapai 1,3 kali lebih besar dari estimasi. “Artinya sinergi keduanya menghasilkan tambahan penjualan yang lebih besar, dan kemungkinan konsumen untuk membeli produk tertentu setelah mereka yang melihat TV dan Facebook menjadi lebih besar,” ungkapnya.
Studi tersebut menunjukkan bahwa ketika terjadi kombinasi antara TV dan Facebook, kemungkinan pembelian terhadap sebuah merek meningkat hingga 56%. Bahkan, pada kenyataannya, kemungkinan pembelian bisa mencapai 71 persen. Adapun kalau hanya televisi pertumbuhan hanya 21 persen, sedangkan Facebook hanya 29 persen.
"Ini artinya bahwa televisi dan Facebook menghasilan sebuah simbiosis yang saling melengkapi dan bersama-sama mendorong pertumbuhan merek dan bisnis di Indonesia," kata Johan.
Survei juga menunjukkan bahwa televisi masih tetap menjadi platform yang kuat dengan jangkauan audiens yang sangat luas. Keduanya harus dapat saling bersinergi untuk mendorong pertumbuhan merek dan meningkatkan penjualan serta bisnis, jelas Johan.
Studi ini melibatkan 11.000 panel rumah tangga di Indonesia, yang mana setiap minggu pembelian mereka - yang sebagian besar adalah kategori barang-barang konsumsi atau FMCG.
Kantar juga mengamati kebiasaan para panelis ini dalam mengkonsumsi media terutama televisi dan paltform digital. Gabungan dua data ini memudahkan Kantar dalam menganalisis Consumers Mix Modelling (CMM) dan mengevaluasi iklan dari sebuah merek terhadap peningkatan penjualan, serta melihat dampak iklan tersebut terhadap pembelian.
Menurutnya, pertumbuhan merek terasa semakin sulit untuk dicapai. Pada 2017, merek tumbuh sebesar 73%, dan pada 2018, hanya tumbuh sebesar 42%. Bagaimana membuat sebuah merek tumbuh secara berkelanjutan adalah tantangan besar, sebab hanya 32% merek yang tumbuh di kedua tahun tersebut.
Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan di Indonesia untuk mendorong pertumbuhan merek yang berkelanjutan dan mengukur secara akurat seberapa efektif biaya iklan yang dikeluarkan dalam menghasilkan pertumbuhan tersebut.
Studi ini menemukan bahwa bagaimana secara umum iklan yang dipasang di media berkontribusi sekitar 6% pada total penjualan dalam periode waktu tertentu. "Namun dalam mengukur efektivitas sebuah iklan, kita juga perlu memperhatikan investasi yang dikeluarkan oleh merek dalam menayangkan iklan tersebut di berbagai saluran media," ujar Johan.