Bisnis.com, JAKARTA – Skema bisnis menjadi salah satu perhatian saat operator seluler hendak bekerja sama dengan penyedia layanan video streaming seperti Amazon, Netflix, Hooq, dan lain sebagainya.
Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah menjelaskan bahwa kerja sama yang terjalin antara penyedia layanan video streaming dengan operator seluler memiliki banyak skema, seperti berbagi pendapatan atau membeli secara borongan.
Misalnya, harga layanan video streaming yang diberikan kepada Tri sebesar Rp100.000, maka Tri akan menaikan harga tersebut ketika menjualnya ke pelanggan, dengan catatan harga yang ditawarkan kompetitif dengan platform atau operator lain.
Baca Juga Pelanggan Operator Seluler Makin Loyal |
---|
“Kan di internet ada juga harganya maka kami tidak bisa menjual lebih mahal, jadi harganya sama atau lebih murah yang kami tawarkan, namun sudah menghitung margin,” kata Danny kepada Bisnis, baru-baru ini.
Skema lainnya, kata Danny, adalah dengan berbagi keuntungan. Misalnya, harga yang diberikan kepada pelanggan sebesar Rp100.000, maka penyedia konten mendapat sekitar 60% dan operator seluler mendapat 40%.
Kemudian ada juga skema jumlah pelanggan, yakni keuntungan yang diperoleh operator berasal dari jumlah pengguna layanan video streaming. Artinya, makin banyak pelanggan operator yang menggunakan layanan, maka keuntungan yang diperoleh makin besar.
Terakhir, skema layanan data. Operator tidak mengharapkan pendapatan besar dari kerja sama yang terjalin, melainkan operator berharap dari aktivitas pelanggan yang makin boros menggunakan layanan data sehingga pemasukan operator dari penjualan pulsa data makin melesat.
“Ada juga operator yang bilang, ‘Oke tidak apa-apa sharing revenue kecil, yang penting pendapatan dari gigabit-nya besar’. Jadi, operator mendapat keuntungan dari penggunaan layanan bukan dari jumlah pengguna aplikasi video streaming,” tuturnya.
Dia mengatakan umumnya pendapatan yang ditorehkan dari penjualan layanan video sebagian besar akan mengalir ke penyedia layanan video. Pasalnya, penyedia video harus membeli konten dan lisensi yang harganya tidak murah.
Danny mengatakan berdasarkan sebuah laporan yang dikeluarkan belum lama ini, dalam setahun salah satu penyedia konten ternama harus mengeluarkan dana hingga US$16 miliar untuk membeli lisensi konten.
Adapun dalam menjaga kualitas konten video yang disalurkan kepada pelanggan – agar tetap sesuai dengan budaya – Tri selalu berkomunikasi dengan penyedia layanan video streaming.
Dalam komunikasi tersebut, Tri menyampaikan sejumlah keluhan pelanggan termasuk mengenai konten yang dianggap vulgar, untuk kemudian diturunkan oleh penyedia layanan video.
“Sebagian besar Amazon bersedia [untuk menurunkan konten vulgar],” ujarnya.
Danny mengatakan bahwa penurunan konten menjadi wewenang penyedia konten. Adapun operator seluler selalu pemberi kanal untuk menonton layanan penyedia konten, tidak memiliki hak untuk melakukan pemblokiran.
Dia mengatakan bahwa selama ini tidak ada keluhan dari pelanggan Tri kepada Tri mengenai konten yang ditayangkan oleh Amazon, Netflix dan layanan video streaming lainnya. Kalaupun terdapat aduan, Tri akan menyampaikan kepada penyedia konten.