Bisnis.com, JAKARTA – Persaingan antara Gojek dan Grab di arena layanan pengiriman makanan (food delivery) semakin hari semakin 'pedas'. Nanik Soelistiowati, pemilik kios 'Pisang Goreng Madu Bu Nanik', menjadi salah satu saksinya.
Pada 2015, wanita berusia 64 tahun itu mendaftarkan layanan pengiriman makanan Gojek untuk camilan lezat pisang goreng madu karyanya.
Manisnya rasa karamel dari madu ditunjang layanan antar makanan Gojek yang gesit meliak-liuk menembus kemacetan lalu lintas di seluruh bagian Jakarta mengerek penjualan pisang gorengnya.
Pada 2017, pesaing Gojek, Grab Holdings Inc., tahu-tahu mendekati Bu Nanik dengan tawaran layanan pengiriman dengan harga 15 persen lebih rendah dari Gojek. Tawaran yang terlalu menarik untuk ditolak.
Kemudian ketika Grab melancarkan aksi lebih lanjut dengan memberi diskon secara agresif kepada konsumennya, permintaan pisang goreng madu Bu Nanik meningkat tajam sampai-sampai ia pernah kehabisan pisang untuk digoreng.
Grab dan Gojek menjadi dua startup terpanas di Asia Tenggara, sebagian besar karena kekuatan jasa transportasi mereka. Namun, kini keduanya berada di tengah-tengah pertarungan layanan pengiriman makanan internasional.
Dalam waktu empat tahun saja, Gojek telah menggaet 400.000 pedagang makanan (merchant) seperti Bu Nanik. Jumlah transaksi layanan pengiriman makanan perusahaan yang berbasis di Jakarta ini bisa mencapai 50 juta pesanan per bulan (sekitar 1,7 juta pesanan per hari) di seluruh lokasi di Indonesia, Vietnam, dan Thailand.
Invasi Grab memang baru muncul kemudian. Tapi perkembangan startup asal Singapura ini semakin cepat dengan dukungan dana besar-besaran dari SoftBank Group Corp. serta akuisisi bisnis jasa transportasi dan pengantaran makanan Uber Technologies Inc. pada 2018.
Tahun ini, penjualan perusahaan dikabarkan telah mencapai tiga kali lipat dan daftar pedagangnya menjadi berlipat ganda.
Kedua perusahaan tersebut dipimpin oleh dua sosok pria muda yang sama-sama pernah menempuh pendidikan di Harvard Business School. Co-founder dan CEO Gojek Nadiem Makarim juga Co-founder dan CEO Grab Anthony Tan pun menemukan ketertarikan yang sama.
“Mereka melihat titik terang di pasar pengiriman makanan karena layanan ini menawarkan margin yang jauh lebih menarik daripada bisnis transportasi yang lebih mapan,” ujar Florian Hoppe dari perusahaan konsultan manajemen Bain & Co.
“Saat ini, pasar pengiriman makanan jauh lebih kecil daripada transportasi di Asia Tenggara. Tapi pasar itu diperkirakan akan setara atau lebih besar dari transportasi on-demand dalam hal pendapatan selama lima tahun ke depan,” lanjutnya.
Secara global, industri pesan makanan online telah tumbuh menjadi bidang yang sangat kompetitif. Di Indonesia, bagaimanapun, pengiriman makanan online hanya berkontribusi 1,3 persen dari total pasar makanan, dibandingkan dengan 8 persen di Amerika Serikat (AS) dan sekitar 12 persen di China, menurut data dari Euromonitor.
"Kami hanya mengais permukaan dalam hal penetrasi di bidang ini. Kami benar-benar percaya ini adalah peluang besar,” ujar Catherine Sutjahyo, chief food officer Gojek.
Di belahan dunia lain, perusahaan seperti Uber juga secara agresif beralih ke bisnis pengiriman makanan untuk mencari margin keuntungan yang lebih tinggi.
Baik Gojek maupun Grab menawarkan pembayaran digital dan berbagai layanan selain jasa transportasi dan pengiriman makanan, dengan harapan dapat menjadi aplikasi super seperti WeChat.
Gojek menggunakan data dan pembelajaran mesin untuk mencermati pola konsumsi, perilaku pengemudi, dan lalu lintas. Jadi, ketika pengguna membuka aplikasinya, perusahaan memperhitungkan lokasi, waktu, dan perilaku mereka untuk memprediksi potensi yang mereka cari.
Aplikasi GoFood menawarkan rekomendasi yang dipersonalisasi berdasarkan apa yang biasanya dipesan pengguna dan makanan yang telah mereka nilai.
Sejak Gojek memulai ekspansi internasional akhir tahun lalu, GoFood telah tersedia di Hanoi, Ho Chi Minh City, dan Bangkok. Langkah ini jelas mengintensifkan persaingannya dengan Grab.
Grab tak ingin ketinggalan. Layanan GrabFood masih dalam versi beta ketika Bu Nanik ikut mendaftarkan pisang goreng madunya dua tahun lalu. Tapi sejak itu, layanan GrabFood telah diperluas dari satu kota pada Januari 2018 ke hampir 200 kota di Indonesia saat ini.
“Grab juga membuka delapan dapur khusus pengiriman,” tutur Demi Yu, Kepala GrabFood Indonesia, seperti dilansir melalui Bloomberg.
“Skala layanan saat ini memungkinkan kami menggunakan data untuk memberikan wawasan tentang kesenjangan masakan. Jadi kami bisa membawa makanan khusus yang tidak ditemukan di daerah tertentu,” jelasnya.
Pemahaman penggunaan teknologi dan data adalah ciri khas dari pertumbuhan luar biasa kedua startup tersebut.
Pada awalnya, Gojek tidak memiliki sumber daya untuk mengintegrasikan pesanan restoran ke dalam aplikasinya. Jadi, kapanpun pengemudi Gojek mendapat pesanan pengiriman, mereka harus pergi ke restoran, memesan, membayar dari kantong mereka sendiri dan kemudian dibayar tunai saat pengiriman.
Lautan pengemudi Gojek dengan jaket hijau yang mengantre di kios-kios makanan populer untuk mengambil pesanan merupakan petunjuk bahwa bisnis pengiriman makanan mungkin sesuatu yang harus ditanggapi dengan serius.
Jeff Perlman, Managing Director Warburg Pincus, mengatakan permintaan untuk pengiriman makanan merupakan sesuatu yang menonjol ketika perusahaannya memutuskan untuk berinvestasi di Gojek tiga tahun lalu.
"Kami merasa bahwa ini pada akhirnya akan menjadi bisnis bernilai miliaran dolar," ucap Perlman dengan yakin.