Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward menilai mahalnya harga kuota WiFi di daerah perbatasan disebabkan oleh besarnya belanja modal dan biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh penyedia WiFi berbayar.
Dia mengatakan membutuhkan biaya besar untuk smembawa perangkat dan menggelarnya di perbatasan, biaya tersebut lah yang kemudian dibebankan kepada pelanggan sehingga harga kuota semakin naik.
“Paling mahal langganan data lalu internet, kalau perawatan akan mahal tergantung jarak dan kesulitan mencapainya. Biaya langganan tergantung teknologi yang digunakan sekitar Rp5 juta sampai dengan Rp50 juta per Mbps,” kata Ian kepada Bisnis.com, Kamis (5/9/2019).
Ian menambahkan lebar cakupan frekuensi atau bandwith data untuk VSAT yang terbatas juga mempengaruhi biaya, sehingga harga yang diberikan kepada pelanggan menjadi mahal.
Oleh karena itu, sambungnya, hadirnya layanan VSAT data High Throughput Satellite atau (HTS) diperkirakan akan mengurangi biaya tersebut, karena HTS memiliki metode kompresi yang lebih baik, bandwidth lebih lebar dan menggunakan beam forming atau penerimaan sinyal yang lebih kuat untuk down link.
Sebelumnya, sebuah penginapan di Nunukan, Kalimantan Utara mematok harga kuota WiFi senilai Rp120.00 per GB kepada para pelanggan.
Diketahui penginapan tersebut menggunakan jasa WiFi milik Ubiqu dengan layanan bernama Sinyalku. Ubiqu merupakan program WiFi berbayar milik PT Pasifik Satelit Nusantara.
Untuk bekerja sama dengan PSN dan memanfaatkan Ubiqu, pemilik warung WiFi harus mengeluarkan modal di awal sekitar Rp13,6 juta untuk membeli perangkat Antena Vsat, Mounting Vsat, BUC, Kabel, Modem satelit, WiFi router dengan antena Omni Outdoor. Harga tersebut belum termasuk biaya pengiriman dan pemasangan.