Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana mengenakan pajak untuk ponsel-ponsel yang dibeli di luar negeri setelah Rancangan Peraturan Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang Pembatasan Akses Layanan Telekomunikasi Bergerak Seluler Pada Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi diberlakukan.
Meskipun belum diatur di dalam rancangan, tetapi Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengatakan hal itu tengah dibahas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"[Kemenkominfo] masih harus berkonsultasi dengan Kemenkeu. Soalnya, kan ada masalah perpajakan nanti," ujar Rudiantara seusai acara Ignite the Nation 1000 Startup Digital di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (18/8/2019).
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo, Ismail, menambahkan saat ini masalah penerapan pajak merupakan satu-satunya substansi yang perlu dibahas terkait dengan aturan yang diusahakan rampung pada Agustus 2019 tersebut.
"Konsultasi untuk hal yang sifatnya substansial hanya dengan Kemenkeu. Sisanya, hanya tinggal menunggu menteri-menteri lain bisa menyesuaikan waktu," ujarnya kepada Bisnis.com.
Ismail melanjutkan, sampai dengan saat ini Kemenkominfo belum bisa memastikan jadwal pertemuan. Pasalnya, tiap-tiap kementerian dikatakan cukup sulit dalam menentukan waktu yang pas untuk melakukan pertemuan.
Adapun, terdapat 4 kementerian yang terlibat dalam perancangan peraturan pembatasan akses layanan telekomunikasi ini, antara lain Kemenkominfo, Kemenkeu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin, dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Di sisi lain, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Veri Anggrijono, mengatakan Kemendag telah hampir menyelesaikan konsep mengenai ketentuan produk telekomunikasi yang disiapkan secara paralel oleh kementerian.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen, lanjut Veri, Kemendag akan melakukan pengawasan terhadap ponsel-ponsel yang beredar di pasar dengan memastikan bahwa di kemasan produk tertera nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI).
"Sehingga konsumen dapat memastikan bahwa ponsel yang dibeli terdaftar," ujarnya kepada Bisnis.com.
Veri menambahkan, Kemendag juga akan melakukan penindakan terhadap ponsel-ponsel tidak terdaftar yang beredar di pasar. Dia tidak menjelaskan secara lebih terperinci terkait dengan penindakan tersebut, tetapi dalam kurun waktu tertentu pihak Kemendag akan memberikan kesempatan bagi para pedagang untuk mendaftarkan ponsel yang dijual.
Sebelumnya, Veri menilai rancangan aturan tersebut dapat meningkatkan kepatuhan para pelaku usaha terhadap ketentuan tata niaga telepon seluler. Selain itu, dengan adanya kebutuhan dalam negeri untuk mengisi kekosongan jumlah telepon seluler ilegal, maka vendor-vendor berkesempatan untuk menambah jumlah produksi.
Kemendag sendiri berharap rancangan aturan tersebut dapat diselesaikan tidak lama setelah 17 Agustus 2019.
Sementara itiu, berdasarkan jangka waktu (time frame) Kemenkominfo proses penyelesaian peraturan tersebut saat ini telah melewati fase inisiasi yang berlangsung selama Juli 2019, dan tengah berada di fase persiapan.
Di fase persiapan, pemerintah melakukan beberapa hal, mulai dari penyiapan sistem informasi basis data, pelaksanaan tes, sinkronisasi data operator seluler, sampai dengan penyiapan pusat layanan konsumen.
Fase persiapan ini diagendakan berakhir pada pertengahan Februari 2020, untuk kemudian dilanjutkan dengan fase operasional di mana operator dapat melakukan eksekusi terhadap ponsel ilegal, memberikan notifikasi ke pemilik IMEI untuk membuktikan keaslian perangkat, menyediakan layanan lost and stolen, serta melakukan sosialiasi lanjutan.
Rancangan Peraturan Menteri itu sendiri rencananya baru memasuki fase operasional pada 17 Februari 2020. Di dalam rancangan, disebutkan bahwa Peraturan Menteri tersebut mulai berlaku 1 tahun sejak tanggal diundangkan.