Bisnis.com, JAKARTA – Panggung konferensi kecerdasan buatan di Beijing, China, pekan lalu gempar. Seorang pria tahu-tahu menghampiri CEO Baidu Robin Li yang sedang asyik menyampaikan presentasi dan menyiramkan air botol ke atas kepala sang miliarder.
Sudah pasti Li kaget. Presentasi salah satu orang terkaya di China ini otomatis terhenti. Dengan ekspresi tak percaya, Li spontan menanyakan maksud tujuan si penyiram.
“Masalahmu apa sih?” tanya Li dalam bahasa Inggris kepada pria berkaus hitam itu, seperti dikutip dari Bloomberg.
Dasar si penyiram. Sudah tanpa permisi menginterupsi presentasi Li, ia malah makin bersikap tak sopan. Pertanyaan Li dijawabnya dengan melengos dan pergi meninggalkan panggung.
Tak cuma Li, aksi pria yang oleh pihak berwajib kemudian diidentifikasi bernama Cheng Guanqi itu mengagetkan seisi ruang konferensi. Meski motif kelakukannya tak jelas, ada dugaan ia menentang kehadiran kecerdasan buatan.
Tak butuh waktu lama, video insiden ini menggegerkan jagad maya. Sebagian mendukung ulah si penyiram dan mengolok-olok nasib Li. Tapi banyak pula yang memuji si empunya raksasa mesin pencarian asal China itu karena tak mudah terpancing emosi.
Li sungguh membuktikan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin di atas panggung. Dengan tenang, ayah empat anak ini mengusap wajahnya yang basah oleh air dan melanjutkan presentasinya.
“Seperti yang kalian lihat, banyak hal tak terduga yang juga terjadi dalam perkembangan kecerdasan buatan,” ucap Li yang langsung disambut riuh tepuk tangan para hadirin.
Ganteng dan Pintar
Aksi itu membayangi presentasi Baidu tentang teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) terbaru dan pengumuman kemitraan strategis perusahaan dengan Geely Holding Group.
Di bawah kerja sama tersebut, beberapa kendaraan produksi Geely akan dilengkapi dengan DuerOS Bainu untuk Apollo dari Baidu.
Baidu juga menyatakan akan meluncurkan armada robotaxi terbesar China di Changsha, ibu kota provinsi Hunan, yang menggunakan teknologi kemudi otonom dan infrastruktur jalan besutan Baidu.
Sejak didirikan hampir dua dekade lalu, Baidu memang telah melebarkan sayapnya dari salah satu mesin pencarian terbesar di dunia hingga perusahaan teknologi yang mengeksplorasi kecerdasan buatan.
Tak mau kalah dengan pesaingnya, Google, Baidu berhasil memanfaatkan kekuatan kecerdasan buatan dalam bisnis-bisnisnya termasuk di bidang otomotif dan mobilitas di China.
Bersama sejumlah nama besar seperti Jack Ma dan Pony Ma, Li dipandang sebagai pelopor teknologi terkemuka Negeri Tirai Bambu dan kapten industri internet domestik.
Meski presentasinya baru berjalan 10 menit ketika insiden penyiraman air itu terjadi, taipan yang nilai kekayaan pribadinya ditaksir mencapai lebih dari US$6 miliar ini kemudian mampu menuntaskan presentasinya yang berlangsung selama sekitar 40 menit.
Li bahkan mungkin kini memiliki lebih banyak penggemar setelah insiden itu. Sebagian postingan di media sosial mengacungi jempol sikap tenang Li dan penampilannya yang tetap rapi meskipun sudah diguyur air.
Sebelumnya sudah banyak yang memandang Li lebih sebagai figur seorang bintang pop ketimbang pebisnis. Kaum hawa, utamanya, berduyun-duyun mendatangi sosok tampan, kaya, dan berbakat itu setiap kali ia muncul di depan umum.
“Yang bisa aku katakan adalah Li tampak sangat ganteng dan fasih berbahasa Inggris. Jika kamu menikah, nikahilah [pria seperti] Li,” tutur seorang pengguna Weibo, seperti dikutip The Star Online.
Cemerlang Sejak Kecil
Lahir pada 17 November 1968, di Yangquan, Shanxi, China, pria bernama asli Yanhong Li ini diketahui selalu unggul di bidang akademik.
Tumbuh di tengah periode Revolusi Budaya China yang suram, kehidupan keluarganya terbilang tidak tanpa hambatan. Terlepas dari penindasan yang mengelilinginya, Li mampu memfokuskan diri pada berbagai hobinya seperti mengumpulkan prangko dan utak-atik komputer.
Dilansir Celebrity Net Worth, ia meraih nilai tertinggi dalam Ujian Masuk Perguruan Tinggi Nasional China dan kemudian lulus dari Beijing University dengan gelar di bidang Manajemen Informasi.
Pada awal 1990 ia memutuskan untuk melanjutkan studinya di luar China dan berhasil meraih gelar Master di bidang Ilmu Komputer dari SUNY Buffalo, Amerika Serikat.
Perjalanan kariernya diawali dengan bekerja untuk penyedia layanan informasi finansial IDD Information Services di AS. Di tempat ini, Li berkesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai algoritma yang berkaitan dengan mesin pencarian.
Li kemudian mematenkan algoritma untuk penilaian situs bernama Rankdex pada pertengahan tahun 1990an. Sebelumnya, ia telah mengembangkan mekanisme pencarian disebut “analisis tautan” yang melibatkan pemeringkatan popularitas situs Web berdasarkan pada berapa banyak situs Web lain terhubung dengannya.
Bertekad mengangkat ciptaannya ini, Li ambil bagian dalam sebuah konferensi komputer di Silicon Valley dan mendirikan stan sendiri untuk mendemonstrasikan temuannya.
Terkesan dengan demonstrasinya dalam konferensi itu, William I. Chang, merekrutnya untuk bekerja di Infoseek dan mengawasi pengembangan mesin pencarian.
“Robin mungkin satu-satunya orang paling cemerlang dan fokus yang saya tahu. Penemuan-penemuannya masih merupakan standar emas dalam relevansi pencarian Web,” ujar Chang, seperti dikutip dari The New York Times.
Baidu dan AI
Lepas dari Infoseek, pada Januari 2000, bersama rekannya Eric Xu, Li memutuskan meluncurkan mesin pencari sendiri, Baidu, dengan menggunakan algoritma yang diciptakannya. Nama "Baidu" berasal dari puisi China berusia 800 tahun yang menggambarkan pencarian seorang pria untuk kekasihnya.
Kedua teman baik itu berhasil menghimpun dana sebesar US$1,2 juta dari dua perusahaan modal ventura di Silicon Valley, yakni Integrity Partners dan Peninsula Capita.
Sembilan bulan kemudian, pada September 2000, Baidu memompa modal baru sebesar US$10 juta dari dua perusahaan modal ventura lainnya, Draper Fisher Jurvetson dan IDG Technology Venture.
Menjelang ledakan gelembung Internet di Amerika Serikat, Baidu telah lepas landas di China. Baidu mulai menawarkan layanan pencarian ke portal-portal lainnya di China sebelum mengembangkan mesin pencarian yang berdiri sendiri.
Beberapa anggota dewan direksi Baidu menentang perubahan itu, tetapi Li tetap berpegang teguh pada pendiriannya.
“Kami merasa skeptis tentang pencarian,” ungkap Scott Walchek, anggota Dewan Direksi Baidu. “Tapi kami tidak sepintar Robin. Robin berkata dia memiliki peluang unik untuk membangun brand seputar pencarian. Dan dia benar.”
Baidu kini menjadi mesin pencari terbesar yang digunakan di China dan bercokol di jajaran papan atas mesin pencari independen terbesar di seluruh dunia.
Baidu juga tercatat sebagai perusahaan pertama China yang menjadi bagian dari NASDAQ-100, indeks pasar saham yang terdiri dari 100 perusahaan non-finansial terbesar yang terdaftar pada NASDAQ.
Ketika perdagangan berakhir pada hari itu, saham Baidu ditutup di harga US$122,54 atau melonjak 354,85 persen. Ini merupakan kinerja terbaik untuk perusahaan asing yang terdaftar di NASDAQ sejak puncak dotcom pada tahun 2000.
Terlepas dari spekulasi dan keraguan yang merebak mengenai performa Baidu di tengah kerasnya persaingan, Li optimistis atas masa depan dan peluang yang datang dari kecerdasan buatan.
“Di satu sisi mesin akan menggantikan banyak pekerjaan yang saat ini dilakukan oleh manusia, tetapi di sisi lain AI juga akan menciptakan banyak pekerjaan baru,” terang Li saat menghadiri Bloomberg Global Business Forum di New York pada akhir 2018.
“Jam kerja yang lebih pendek karena peningkatan produktivitas artinya orang-orang akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengkonsumsi konten, yang umumnya diciptakan oleh manusia dan membutuhkan kreativitas. Komputer tidak cakap dalam hal itu,” pungkasnya.