Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah, melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, sedang membahas formula tarif layanan seluler yang baru dengan para operator. Formula tersebut dinilai penting untuk menjaga persaingan sehat di industri telekomunikasi.
Analis MNC Sekuritas Victoria Venny berpendapat bahwa harga layanan data atau tarif data perlu diatur oleh pemerintah.
Dia mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir yield data operator terus terkoreksi akibat perang tarif. Oleh karena itu, Venny berpendapat untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah harus mengambil langkah agar kedepan terjadi persaingan yang lebih sehat antaroperator seluler.
“Tarif mengenai layanan data ini perlu diatur supaya data yield para emiten telko tidak berlanjut turun, sehingga diharapkan di masa mendatang terbentuk kondisi persaingan yang lebih sehat,” kata Venny kepada Bisnis, Jumat (14/6/2019).
Venny memprediksi jika formula tarif telah keluar, persaingan operator ke depannya tidak lagi berkutat pada harga, tetapi pelayanan.
Sebelumnya, di laporan Deutsche Bank disebutkan bahwa terjadi penurunan pendapatan data per MB atau yield data dalam 3 tahun terakhir.
Tercatat, pada kuartal IV/2015, data yield setiap operator dikisaran Rp44/MB sampai Rp36/MB. Angka tersebut turun drastis pada kuartal IV/2018 menjadi kisaran Rp10,5/MB sampai Rp5,2/MB.
Angka yield data diperoleh dari total pendapatan data dibagi dengan total pelanggan operator seluler.
Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia) mengakui bahwa penyebab penurunan yield data adalah kompetisi antara operator seluler yang semakin ketat.
Dia mengatakan dengan jumlah pelanggan yang terbatas, operator seluler saling memperebutkan pelanggan dengan berbagai cara termasuk jual murah layanan data.
“Rebutan pelanggan dengan harga data yang semurah mungkin,” kata Danny.