Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah semakin intensif mendorong peningkatan pemanfaatan karet alam untuk kebutuhan di dalam negeri. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya pengembangan industri pengolahan karet alam, guna mendukung pembangunan infrastruktur nasional.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan PT Samudera Luas Paramacitra berhasil melakukan rekayasa teknologi material untuk menghadirkan produk rubber airbag dengan memanfaatkan komoditas karet alam lokal.
“Inovasi rubber airbag ini atau bantalan peluncur kapal ini digunakan pada industri perkapalan untuk membantu proses menaikan dan menurunkan kapal di galangan, baik dalam pembangunan kapal baru maupun reparasi kapal bekas,” kata Hammam seperti dikutip dalam keterangan pada laman resmi BPPT, Senin, (8/4/2019).
Lebih lanjut, Hammam menurutkan berdasarkan data Kementerian Perhubungan pada Maret 2013, Indonesia memiliki kurang lebih 12.047 kapal yang pada saatnya harus direparasi pada 240 galangan kapal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan melihat potensi yang ada, dia mengatakan bahwa produk rubber airbag tentunya sangat dibutuhkan untuk membantu proses reparasi dan pembuatan kapal baru.
“Penggunaan produk rubber airbag menjadi pilihan banyak galangan, karena biaya investasinya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pembangunan galangan konvensional,” ujarnya.
Selain untuk proses reparasi, bantalan peluncur kapal ini juga dibutuhkan dalam proses pembangunan kapal baru, khususnya guna mendukung program poros maritim dan Tol Laut, yang dicanangkan pemerintah.
Hammam mengungkapkan selama ini rubber airbag untuk peluncur kapal masih sepenuhnya diimpor. Padahal Indonesia diketahui sebagai produsen karet alam terbesar nomor 2 di dunia, yaitu sebesar 3,6 juta ton.
Namun, karet alam yang digunakan dan diolah menjadi barang karet seperti ban mobil/truk/bus, belt conveyer, benang karet, dock fender dan lain-lain hanya sekitar 660.000 ton, yakni hanya sekitar 15 % dari produksi domestik.
“Hadirnya inovasi rubber airbag hasil pengembangan BPPT dan industri lokal ini jelas menjadi subtitusi produk impor, serta meninggikan nilai TKDN. Harganya pun lebih murah dari produk impor sejenis,” ungkapnya.
Selain itu, apabila industri Rubber Air Bag berdiri di Indonesia, maka seluruh kebutuhannya sebanyak 1.500 unit per tahun dapat dipenuhi. Inovasi itu pun diperkirakan bisa menyerap karet alam dalam negeri sebanyak 600.000 ton per tahun.
Inovasi rubber airbag inipun ditekankan Hammam dapat menjadi awal bagi kebangkitan industri karet dalam negeri. Khususnya dalam mendukung bidang industri perkapalan dan kemaritiman, dengan pemanfaatan bahan baku lokal, karena selama ini masih sepenuhnya impor.
“Inilah momentum agar inovasi rubber airbag dapat digunakan untuk kebutuhan nasional, yang juga memiliki nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang sangat tinggi, mencapai 80%,” ujarnya.
Selain itu Hammam juga berharap adanya dukungan kebijakan dari pemangku kepentingan terkait untuk bisa membuka pintu ekspor, sehingga produk Rubber Airbag karya anak bangsa ini bukan hanya dikonsumsi oleh industri dalam negeri tetapi juga dapat digunakan di mancanegara