Bisnis.com, JAKARTA — Zilingo, platform dagang-el di bidang fesyen, melirik peluang untuk merambah konsep online to offline (O2O) setelah berhasil mengumpulkan berhasil mengumpulkan US$226 juta dalam putaran pendanaan Seri D beberapa waktu lalu.
Ade Yuanda, VP dan Country Head Zilingo menyatakan, pendanaan tersebut akan digunakan untuk pengembangan teknologi, penambahan sumber daya manusia serta peningkatan kualitas produk penjual Zilingo di Indonesia. Selain itu, pihaknya juga menjajaki kemungkinan merambah segmen O2O.
“Kami memang berencana merambah ke offline juga untuk memberikan pelayanan dan kepuasan pelanggan, tetapi negara mananya belum ditentukan,” ujarnya, Selasa (19/02).
Dia menambahkan, pendanaan tersebut akan digunakan perusahaan untuk ekspansi memasuki pasar baru seperti Australia dan Filipina. Sejauh ini, Zilingo telah beroperasi di Singapura, Thailand dan Indonesia.
Zilingo juga baru saja melakukan selebrasi penutupan kampanye 12.12 yang digelar pada tahun lalu dengan memberikan mobil Mini Cooper kepada pemenang yang beruntung.
Ade mengklaim, transaksi yang terjadi selama periode tersebut melonjak hingga empat kali lipat dibandingkan hari biasa. Namun, pihaknya tidak mempublikasikan nominal transaksi.
“Sejauh ini pemasok produk kita dari luar angkanya kurang dari 10%, selebihnya 90% pemasok dari dalam negeri. Tahun ini kita harapkan peningkatan transaksi sebanyak-banyaknya dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.
Managing Director Ipsos Indonesia Soeprapto Tan dalam diskusi bertajuk E-Commerce 4.0, What Next, Demistifying The Future of E-Commerce in Indonesia, Selasa (19/2/2019).
Soeprapto memaparkan, era e-commerce 1.0 dimulai saat internet memungkinkan terjadinya komunikasi atau pertukaran informasiantara pihak penjual dan konsumen, yang terjadi pada sekitar tahun 90-an.
Selanjutnya, era e-commerce 2.0 terjadi saat platform dagang-el mulai diperhitungkan sebagai salah satu saluran untuk membantu upaya-upaya penjualan barang dan jasa, dan terjadi pada 90-an hingga tahun 2000-an.
Sementara, e-commerce 3.0 yang terjadi dalam rentang waktu 5 hingga 6 tahun terakhir ditandai dengan adanya pergerakan trafik platform dagang-el yang tumbuh signifikan, berkat perkembangan teknologi dan pertumbuhan pengguna smartphone.
Momentum ini dilanjutkan dengan era e-commerce 4.0 yang ditandai dengan banyaknya pelaku e-commerce yang menerapkan strategoi O2O, dan juga maraknya penggunaan inovasi teknologi seperti kecerdasan buatan, dan internet of things (IoT).
“Menghadapi era e-commerce 4.0, kami menganggap ada empat pilar utama yang perlu mendapat perhatian para pelaku e-commerce,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjabarkan, keempat pilar tersebut antara lain infrastruktur untuk memudahkan para pelaku industri e-commerce dapat menhadirkan inovasi terbaru, kesiapan konsumen dan mitra bisnis dalam mengadopsi teknologi inovasi terbaru. Selain itu, juga diversifikasi kategori produk untuk menjawab kebutuhan konsumen, dan bagaimana industri kreatif di Indonesia dapat memberikan kontribusinya dalam meningkatkan kreativitas para pelaku bbisnis dalam memanfaatkan platform dagang-el yang tersedia.
Dalam hasil survei daring terhadap 1.000 responden bertajuk Demistify The Future of e- commerce in Indonesia yang dilakukan Ipsos pada 2018, 10 platform yang paling sering dikunjungi sepanjang tahun lalu berturut-turut adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, JD.ID, Blibli, OLX, Matahari Mall, Blanja.com dan Ali Express.
Mengenai cara pembayaran, sebesar 26% dari konsumen e-commerce masih tergantung pada pembayaran melalui transfer di ATM, disusul dengan internet banking 19% dan15% melalui kanal lainnya.
Adapun untuk metode pengiriman, mayoritas konsumen sebesar 62% masih memanfaatkan pengiriman regular 2—3 hari, 29% pengiriman ekspres, 5% pengiriman di hari yang sama dan 4 pengiriman instan.