Akhir 2018, Samsung Tutup Pabrik Ponsel di China

Newswire
Kamis, 13 Desember 2018 | 11:43 WIB
Senior Vice President Mobile Product Marketing Samsung Justin Denison menjelaskan ponsel lipat Samsung dalam Samsung Developers Conference di San Fransisco, California,AS, Rabu (7/11)./Reuters-Stephen Lam
Senior Vice President Mobile Product Marketing Samsung Justin Denison menjelaskan ponsel lipat Samsung dalam Samsung Developers Conference di San Fransisco, California,AS, Rabu (7/11)./Reuters-Stephen Lam
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Samsung Electronics berencana menghentikan operasinya di salah satu pabrik ponsel di China, diperkirakan karena penjualan yang turun akibat kompetisi dengan produsen domestik.

"Sebagai bagian dari efisiensi di fasilitas produksi kami, Samsung Electronics dihadapkan pada keputusan yang sulit untuk menghentikan operasi di Tianjin Samsung Electronics Telecommunication," kata Samsung dalam keterangan resmi, dikutip dari Reuters, Kamis (13/12/2018).

Pabrik di Tianjin ini berisi sekitar 2.600 karyawan, dijadwalkan tutup pada akhir tahun ini.

Samsung akan memberikan kompensasi kepada pegawai, juga kesempatan untuk pindah ke kantor Samsung di lain tempat. Samsung tetap mempertahankan pabrik lainnya di Huizhou, Guangdong.

Pabrik di Tianjin memproduksi 36 juta unit ponsel dalam setahun, sementara yang di Huizhou 72 juta unit.

Dua pabrik Samsung di Vietnam secara gabungan menghasilkan 240 juta unit ponsel dalam setahun, menurut laporan koran Korea Electronic Times.

"China tetap menjadi pasar yang penting bagi Samsung dan kami secara aktif berpartisipasi dalam kebijakan eknomi China dengan menumbuhkan industri komponen," kata Samsung.

Raksasa teknologi dari Korea Selatan ini harus berkompetisi dengan pemain lokal di pasar China, termasuk Huawei.

Firma analisis pasar Counterpoint menyebut market share Samsung di China merosot ke 1% pada kuartal pertama tahun 2018.

Analis senior dari Hyundai Motor Securities, Greg Roh, berpendapat Samsung tidak perlu berada di China, karena nyaris tidak ada dan upah buruh tinggi. Menurut Roh mereka lebih baik berada di India dan Vietnam.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper