Bisnis.com, JAKARTA — Setelah melalui proses bertahun-tahun, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memutuskan untuk membatalkan rencana perubahan tarif interkoneksi untuk operator telekomunikasi seluler. Padahal, kajian perubahan tarif interkoneksi sudah sampai melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor.
Rudiantara mengatakan pengguna internet terus naik dan aktivitas penggunaan jaringan untuk telepon suara di jaringan terus menurun. Oleh karena itu, dia tak menganggap tarif baru interkoneksi masih penting untuk diatur.
Dia menyarankan agar interkoneksi diatur melalui skema bisnis di antara operator seluler. Artinya, tarif yang berlaku sampai saat ini merupakan tarif yang ditetapkan pada 2014. Perhitungan tarif baru sebenarnya sudah mulai sejak April 2017.
"Apa yang mau diatur? Biarin saja, B2B saja," ujarnya dalam jumpa pers, Kamis (25/10/2018).
Menkominfo mengakui bahwa dalam proses pembuatan tarif baru, dia merasa tak memiliki alasan untuk mengubah tarif itu. Saat ini, dia menilai tarif interkoneksi tak lagi pantas diperdebatkan karena dari sisi konsumen, yang lebih penting adalah mulusnya gerak trafik data ketimbang tarif yang dibebankan saat melakukan panggilan suara.
Sebelumnya, sempat berkembang perhitungan tarif interkoneksi berbasis internet protocol (IP) sehingga batasn layanan suara bukan lagi dalam satuan menit tetapi data karena layanan telekomunikasi menggunakan teknologi Voice Over Long Term Evolution (VoLTE) dan Rich Communication Suite (RCS).
Adapun, hingga saat ini masih belum ada operator yang memonetisasi layanan VoLTE dan RCS di Indonesia.
“Sudah hilang apetite ... sekarang bagaimana seamless flow trafik itu. Pendekatannya dari sudut pandang pelanggan," kata Rudiantara.
Terpisah, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengaku belum mengetahui pembatalan rencana perubahan tarif interkoneksi untuk operator telekomunikasi seluler.
“Belum dengar, belum bisa memberikan komentar,” ujar Ririek ketika dikonfirmasi Bisnis, Jumat (26/10/2018).