Bisnis.com, JAKARTA — PT XL Axiata Tbk, menargetkan 1 juta pelanggan pascabayar hingga akhir tahun ini.
Presiden Direktur dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini mengatakan pihaknya optimistis target tersebut bisa dicapai hingga akhir tahun ini. Pasalnya, pada semester I/2018, jumlah pelanggan pascabayar 891.000.
Pertumbuhan jumlah nomor pascabayar justru lebih tinggi yakni naik 53% dari periode yang sama tahun lalu, 582.000 nomor ke 891.000 nomor. Namun, bila dibandingkan dengan capaian pada kuartal I/2018, pertumbuhannya 10% yakni dari 804.000 nomor menjadi 891.000 nomor.
Baca Juga Redmi 6 Meluncur di Harga Rp2 Juta |
---|
Menurutnya, pertumbuhan yang cukup tinggi untuk segmen pascabayar menandakan promosi dan produk yang sesuai dengan pasar yang ingin dituju.
'Produknya sesuai dengan target marketnya. Fokus kami memang untuk membesarkan pelanggan pascabayar. Optimistis target 1 juta di akhir tahun tercapai," ujarnya usai menghadiri peresmian gerai baru Xplor di Gedung XL Axiata Tower, Selasa (4/9/2018).
Menurutnya pada kuartal III/2018, pihaknya meyakini kinerja keuangan bisa lebih stabil dengan tak ada lagi perang harga pascaregistrasi kartu prabayar berlaku. Dampak registrasi, katanya, tak akan lagi terasa di kuartal III/2018 seiring dengan kebijakan tarif data baru yang memungkinkan perusahaan meningkatkan pendapatan.
Dari segi pendapatan perpelanggan (ARPU) pada semester I/2018, ARPU XL secara keseluruhan turun 9%. Perinciannya, ARPU prabayar turun 9% yakni dari Rp33.000 di periode yang sama tahun lalu menjadi Rp30.000.
Sementara itu, untuk ARPU pascabayar turun lebih dalam yakni 11% bila dibandingkan dengan semester I/2017 yakni dari Rp116.000 menjadi Rp103.000.
"Sekarang sudah lebih stabil, sudah enggak ada lagi perang-perangan."
Selain dari sisi pendapatan, dia berharap agar pelemahan rupiah tak berlanjut. Pasalnya, bila rupiah terus melemah, belanja modal kemungkinan akan terganggu karena separuh anggaran belanja modal masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat. Di sisi lain, pendapatan perusahaan menggunakan mata uang rupiah.
Dengan demikian, nilai pendapatan terhadap barang yang akan dibeli semakin rendah. Dia menyebut perusahaan memiliki toleransi di kisaran Rp15.000 per US$.
"Enggak ada yang bisa meramalkan bisa sampai Rp16.000, Rp17.000 atau Rp18.000. Jangan sampai naik lagi nih. Hedge kita di sekitar Rp15.000," katanya.