Bisnis.com, JAKARTA—Hasil penelitian Fakultas Teknik, National University of Singapore (NUS) pada Juli 2017 menunjukkan, 92% komputer laptop dengan software bajakan di Asia Pasifik terinfeksi oleh malware.
Justisiari P. Kusumah, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), mengatakan konsumen sering kali menggunakan software bajakan atas pertimbangan harga yang lebih murah. Padahal, software bajakan memberikan kerugian yang sangat besar.
“[Sebanyak] 92% software bajakan berisi malware, kemudian 100% link-link di internet yang menyediakan software bajakan di dalamnya ada malware. Bahaya sudah pasti,” ujarnya di Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Jika masyarakat beralih menggunakan software resmi, lanjutnya, harga jual software resmi diharapkan dapat lebih murah, seiring dengan semakin turunnya ongkos produksi ketika volume produksi dilakukan dalam jumlah besar.
Dengan telah terinstalnya malware, spyware dan virus lainnya di dalam komputer, tidak hanya data yang berisiko dicuri, tetapi kata sandi transaksi penting juga dapat diambil oleh penyebar virus.
Menurutnya, jika konsumen menyadari bahwa penggunaan produk resmi lebih terjamin keamanannya ketimbang produk bajakan, maka peredaran software bajakan dapat ditekan. Konsumen juga harus memahami tidak seluruh software resmi berbayar.
Hasil penelitian NUS di Asia Pasifik ini menyebutkan 42% software produktivitas, 29% software sistem operasi, 19% games dan aplikasi, serta 17% software antivirus bajakan telah terinfeksi malware berbahaya.