Penipuan Transfer Melalui Email Palsu Melonjak

Agne Yasa
Minggu, 7 Mei 2017 | 23:50 WIB
Ilustrasi seorang pria sedang mengetik kode siber./Reuters-Kacper Pempe
Ilustrasi seorang pria sedang mengetik kode siber./Reuters-Kacper Pempe
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat mengeluarkan peringatan kepada pelaku bisnis terkait upaya penipuan cyber wire secara global, melalui email yang mengaku berasal dari rekan bisnis terpercaya, yang meningkat dalam tujuh bulan terakhir pada 2016, pada Minggu (7/5/2017).

Penipu berusaha mencuri US$5,3 miliar melalui skema yang dikenal sebagai kompromi email bisnis dari Oktober 2013 sampai Desember, kata FBI dalam sebuah laporan yang dirilis pada Kamis waktu setempat oleh Pusat Pengaduan Kejahatan Internet.

Angka tersebut naik tajam dari laporan FBI sebelumnya yang mengatakan bahwa pencuri berusaha mencuri US$3,1 miliar dari Oktober 2013 sampai Mei 2016, menurut sebuah survei terhadap kasus-kasus dari badan-badan penegak hukum di seluruh dunia.

Jumlah kasus kompromi email bisnis, di mana penjahat cyber meminta wire transfer ke email yang mirip dengan eksekutif perusahaan senior atau pemasok bisnis yang secara teratur meminta pembayaran, hampir dua kali lipat dari Mei hingga Desember tahun lalu, meningkat menjadi 40.203 dari 22.143 , Kata FBI.

Survei tersebut tidak melacak berapa banyak uang yang benar-benar hilang bagi penjahat.

Robert Holmes, yang mempelajari kompromi email bisnis untuk firma keamanan Proofpoint Inc (PFPT.O), memperkirakan bahwa insiden yang dikumpulkan oleh FBI hanya mewakili 20 persen dari total, dan bahwa total kerugian sebenarnya bisa sebanyak dua kali lipat dari angka yang dilaporkan oleh FBI.

Kerugian tumbuh karena scammers menjadi lebih canggih, menggali lebih dalam ke departemen keuangan perusahaan untuk menemukan target yang rentan, katanya.

"Ini bukan permainan volume, ini adalah hasil penelitian yang cermat," katanya.

Amerika Serikat adalah pasar sasaran terbesar, meski penipu mulai berkembang di negara maju lainnya, termasuk Australia, Inggris, Prancis dan Jerman, kata Holmes.

FBI mengatakan bahwa sekitar satu dari empat korban Amerika Serikat menanggapi dengan menyalurkan uang ke penipu. Dalam beberapa kasus tersebut, pihak berwenang telah dapat mengidentifikasi kejahatan tersebut pada waktunya untuk membantu korban memulihkan dana dari bank sebelum para penjahat mengeluarkan mereka dari sistem.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Agne Yasa
Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper