Pemerintah Diminta Revisi UU Telekomunikasi

Mia Chitra Dinisari
Rabu, 30 November 2016 | 09:00 WIB
Tower microcell/Ilustrasi-repro
Tower microcell/Ilustrasi-repro
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Pro kontra seputar rencana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 dan 53 Tahun 2000 yang mengatur tentang penyelenggaraan telekomunikasi masih bermunculan.

Salah satunya dari pengamat Ekonomi Faisal Basri yang berpendapat, sebaiknya pemerintah terlebih dahulu mengubah Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi sebagai payung hukum dari kedua PP tersebut.

“Kalau Undang-undang sendiri masih banyak yang harus diperbaiki kenapa ga UU-nya dulu yang diubah,” kata Faisal.

Dia juga menilai revisi ini harus memberikan dampak yang baik kepada masyarakat. “Apapun yang dituju oleh revisi ini, faktanya indeks ICT kita masih rendah, ada di peringkat 115,” kata Faisal dalam sebuah diskusi.

Di tempat terpisah, mantan anggota komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Riant Nugroho mengatakan KOminfo harus mempertimbangkan lebih matang rencana tersebut.

“Pemerintah harus menghormati hak-hak publik dan memperhatikan masing-masing  implikasinya," kata Riant.

Dia juga berharap agar Menkominfo Rudiantara bersikap netral dalam menyingkapi polemik berbagai jaringan yang kini sedang mengemuka. “Beliau harus berdiri netral diantara semua pihak," pungkasnya.

Sementara, Staf Ahli Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Desk Ketahanan dan Keamanan Cyber Nasional, Prakoso meminta agar pemerintah menunda pengesahan RPP 52 dan 53 Tahun 2000. Alasannya, pengelolaan frekuensi sebagai sumber daya terbatas dan harus dikuasai oleh pemerintah, bukan dibagi-bagi kepada pihak swasta.

Prakoso menilai, revisi terhadap kedua RPP itu dinilainya tidak sejalan dengan Undang-undang Telekomunikasi. Seharusnya pemerintah, kata dia, melakukan revisi terhadap UU terlebih dahulu sebelum melakukan revisi terhadap kedua keturunannya.

“UU Telekomunikasi itu sudah harus direvisi. Karena isinya sudah tidak sejalan dengan perkembangan teknologi. Itu lebih baik ketimbang memperbaiki PP. Jangan muncul kesan ada pemaksaan,” sambung Prakoso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper