Polemik Interkoneksi: Perhitungan Asimetris Dinilai Tepat Untuk Biaya Interkoneksi

Sholahuddin Al Ayyubi
Selasa, 13 September 2016 | 00:30 WIB
Operator harus memastikan pengguna dapat mengakses jaringan komunikasi provider lainnya.
Operator harus memastikan pengguna dapat mengakses jaringan komunikasi provider lainnya.
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-- ‎Financial Reform Institut menilai biaya perhitungan tarif interkoneksi idealnya dihitung secara asimetris sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan setiap operator untuk membangun jaringan di seluruh wilayah Indonesia.

Mohamad Ikhsan Modjo, Direktur Eksekutif Financial Reform Institut mengemukakan metode biaya perhitungan tarif interkoneksi yang ideal adalah dengan menggunakan perhitungan secara asimetris. Menurutnya, ‎operator yang memiliki jaringan luas dengan menggunakan biaya yang besar, maka biaya interkoneksinya akan semakin tinggi.

"Sebaliknya juga, semakin sempit jaringan suatu operator, maka akan semakin pula biaya untuk jaringannya," tuturnya di Jakarta, Ju‎mat (9/9/2016).

K‎endati demikian, menurutnya, penerapan biaya asimetris tersebut dinilai akan menguntungkan incumbent market leader yang bertentangan dengan keinginan regulator dan akhirnya kompetisi pada industri telekomunikasi diprediksi menjadi tidak sehat‎. "Masalahnya, dalam penerapan asimetris ini cost model lebih banyak menguntungkan incumbent," katanya.

Seperti diketahui, keputusan penurunan biaya interkoneksi yang telah dikeluarkan pemerintah melalui surat edaran pada 2 Agustus tersebut telah menetapkan menurunan rata-rata sebesar 26% dengan 18 skenario panggilan seluler. Tarif panggilan lokal seluler akan turun menjadi Rp204 dari Rp250.

Menyikapi hal tersebut, beberapa operator seluler menyambut positif penurunan yang akan dilakukan oleh Kemkominfo. Namun, tidak demikian dengan operator Telkomsel dan Telkom yang menolak perhitungan baru sesuai Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.02.04/08/2016.

Grup Telkom berpandangan penurunan tarif yang akan dilakukan Menkominfo tersebut dilakukan secara simetris yaitu menyamaratakan operator besar dan kecil, bukan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh setiap operator sesuai surat DJPPI No.60/Kominfo/DJPPI/PI.02.04‎/01/2015 tanggal 15 Januari 2015 tentang permintaan pendapat terhadap konsep dokumen konsultasi publik penyempurnaan regulasi dan tarif interkoneksi (whitepaper).

Ikhsan berpandangan ‎perhitungan interkoneksi secara asimetris tersebut dewasa ini telah banyak diadopsi oleh berbagai negara berkembang dan maju di seluruh dunia melalui Metode Long Run Incremental Cost (LRIC) agar pelaku mudah keluar masuk dan melakukan investasi. ‎Selain itu, menurut Ikhsan, metode LRIC juga dapat memperkirakan biaya tambahan yang muncul dalam memproduksi layanan.

"Metode perhitungan biaya interkoneksi yang banyak di adopsi seluruh negara ini dinamakan dengan metode LRIC. Biasanya diterapkan sebagai sinyal dari regulator kepada pasar untuk mempermudah keluar masuk pelaku dan melakukan inovasi," katanya.

Menurut Ikhsan, Interkoneksi harus dikembalikan kepada fungsi asalnya yaitu memastikan pengguna dari satu network provider dapat mengakses jaringan komunikasi dan layanan operator network provider lainnya. Selain itu, Interkoneksi juga diperlukan untuk mempromosikan kompetisi yang efektif dalam multi-jaringan dan multi-operator.

"‎Operator harus memastikan pengguna dapat mengakses jaringan komunikasi provider lainnya," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper