Dropbox & Netflix: Dua Pilihan Berbeda Mamanfaatkan Komputasi Awan

Gombang Nan Cengka
Jumat, 18 Maret 2016 | 11:55 WIB
Netflix/Digitaltrends
Netflix/Digitaltrends
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Di banyak organisasi, penggunaan layanan komputasi awan mungkin merupakan solusi yang masuk akal. Namun bila keadaan berubah, ketika perusahaan tumbuh menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran semula.

Apakah bertahan dengan layanan komputasi awan tetap menjadi jalan terbaik untuk tetap bersaing?

Menarik buat melihat kasus dua perusahaan layanan online yang menggunakan layanan Amazon Web Service (AWS): Netflix dan Dropbox. Netflix yang baru-baru ini memperluas layanannya hampir ke seluruh negara di dunia (termasuk ke Indonesia) pada Februari lalu tidak lagi menggunakan data centernya sendiri, tapi beralih sepenuhnya ke AWS.

Sebaliknya, Dropbox, yang sebelumnya mengandalkan layanan AWS untuk menyimpan data pelanggannya, pada 14 Maret 2016 ini mengumumkan bahwa sebagian besar data tersebut telah dialihkan ke data center yang dibangunnya sendiri.

Beda kasus

Netflix pertama kali menggunakan jasa AWS pada 2008, ketika perusahaan tersebut mengalami masalah korupsi basis data selama tiga hari. Seperti dituturkan Yuri Izrailevsky, Vice President Cloud Platform and Engineering dari Netflix, hal inilah yang mendorong perusahaannya ke komputasi awan.

Benar, Netflix memilih untuk menggunakan kopuntasi awan karena membutuhkan sistem terdistribusi yang handal dan dapat berkembang sesuai pertumbuhan pemakaian.

Menurut Netflix, dalam periode Desember 2007-Desember 2015 mereka mengalami pertumbuhan volume streaming sampai 1.000 kali lipat (diukur dalam lama film yang diputar per bulannya).

Pertumbuhan yang begitu pesat tidak dapat dipertahankan dengan menggunakan data center sendiri. Ekspansi Netflix ke 130 negara baru juga memanfaatkan distribusi ketersediaan AWS yang tersebar di 12  wilayah di seluruh dunia.

Di sisi lain, dari  masa awal pendiriannya tepatnya sejak 2008, Dropbox juga memanfaatkan jasa AWS untuk menyimpan datanya. Menurut Dropbox, pada saat ini perusahaan tersebut menyimpan data sebesar 500 petabyte (5x1017 byte). Dalam empat tahun terakhir data yang disimpan meningkat sebanyak 12 kali lipat.

Pada blog resmi Dropbox Akhil Gupta, Vice President Infrastructure dari Dropbox mengakui Amazon berperan besar dalam mendukung peningkatan pertumbuhan ini. Namun pada akhirnya perusahaannya mempertimbangkan untuk membangun solusi penyimpanan sendiri.

Agar mendapatkan perangkat keras yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhannya untuk menyimpan data pelanggannya, Dropbox harus merancangnya sendiri.

Seperti dilaporkan Wired, Dropbox membuat mesin yang dinamakan Diskotech, yang satu unitnya dapat menyimpan data sebesar 1 petabyte (1 juta gigabyte). Satu unit Diskotech ini berukuran 45,7 cm x 106,7 cm x 15,2 cm. Sementara itu, untuk memanfaatkan mesin baru ini dengan optimal, Dropbox mengembangkan perangkat lunak sendiri yang dinamakan Magic Pocket.

Perbedaan kasus Netflix dan Dropbox ini memperlihatkan pengaruh prioritas bisnis masing-masing perusahaan ketika memilih layanan komputasi awan. Netflix bergerak di bisnis video streaming, dan tampaknya tidak memandang teknologi storage sebagai keunggulan kompetitif.

Yang lebih penting bagi Netflix adalah video dan film yang ditawarkannya lancar sampai ke pengguna tanpa hambatan. Dalam hal ini Netflix masih menanganinya sendiri: perusahaan tersebut mengelola sendiri sistem content delivery network (CDN) yang tersebar di berbagai penyedia jasa Internet.

Sementara itu, Dropbox yang memang mengandalkan layanan storage sebagai bisnis utama, pada akhirnya memilih untuk menciptakan solusi sendiri agar mampu lebih bisa bersaing. Mengaca pada dua kasus itu, apa yang akan dipilih Anda ketika kebutuhan penyimpanan data lebih besar?

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Jumat (18/3/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper