PROYEK PALAPA RING II: Industri Lokal Minta Keadilan

Muhammad Abdi Amna
Jumat, 22 Januari 2016 | 09:24 WIB
Palapa Ring Jilid II./infopublic.id
Palapa Ring Jilid II./infopublic.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Industri dalam negeri meminta pemerintah memperbaiki ketentuan impor kabel optik utamanya dalam mega proyek Palapa Ring Jilid II paket Barat yang membutuhkan serat optik sepanjang 1.122 Kilometer.

Peter Djatmiko, Presiden Direktur PT Communication Cable Systems Indonesia, produsen kabel optik, mengatakan produsen dalam negeri dikenakan bea masuk anti dumping sebesar 30% untuk komponen kawat baja, sementara impor kabel optik asal China jadi tidak dikenakan bea masuk.

“Kabel optik itu komponen dominan adalah kawat baja, sementara harga kawat baja lokal dari Krakatau Steel senilai US$1200 per metric ton, harga kawat baja dari China hanya US$700 per metric ton. Jika kami impor baja dari China dikenakan bea masuk 30%,” ujarnya, kamis (21/1/2016).

Sementara kompetitor asing, lanjutnya, mengimpor kabel optik jadi tanpa dikenakan bea masuk. Akibat hal ini, jika pemerintah tidak memperbaiki skema pengenaan bea masuk anti dumping, produsen dalam negeri tidak mampu bersaing dalam mega proyek tersebut.

Menurutnya, walaupun komponen terbesar dalam kabel optik adalah kawat baja sementara penggunaan serat optik hanya 10%, dalam ketentuan impor pemerintah mengklasifikasikan produk ini sebagai serat optik yang tidak dikenakan bea masuk.

Oleh karena itu, tuturnya, untuk menciptakan perlakuan yang sama dalam persaingan bisnis, kabel optik harus dikategorikan sebagai barang logam. Jika tidak, khusus dalam mega proyek Palapa Ring Jilid II pemerintah dapat membebaskan impor kawat baja dari bea masuk anti dumping.

Saat ini, lanjutnya, terdapat sembilan produsen kabel optik dalam negeri. Kapasitas produksi produsen dalam negeri sangat mampu menyuplai proyek pemerintah. Perusahaan misalnya, memiliki kapasitas produksi 1 juta fiber kilometer per tahun.

Saleh Husin, Menteri Perindustrian, mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara terkait penggunaan kabel optik dalam mega proyek Palapa Ring Jilid II.

“Salah satu cara kita melindungi industri dalam negeri adalah dengan memprioritaskan produk dalam negeri dalam belanja kementerian, lembaga dan Badan Usaha Milik Negara. Ini sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN),” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya akan meminta Menkominfo mengutamakan produsen dalam negeri guna menjaga pertumbuhan industri nasional.

Julian S. Khou, Marketing & Sales Director PT Communication Cable System, mengatakan akibat pengenaan bea masuk anti dumpingpada kawat baja, harga jual kabel optik produksi dalam negeri sangat tinggi, sementara hak khusus TKDN dalam lelang pemerintah maksimal selisih harga 10%.

“Dari harga kawat bajanya saja mereka sudah menang 30%. Walaupun sudah kami tambah kandungan lokal, harganya masih terlalu tinggi. Pemegang tender pun tidak mungkin memenangkan TKDN dengan harga tinggi, nanti bisa jadi kasus,” tuturnya.

Menurutnya, melalui mega proyek Palapa Ring Jilid II paket Barat yang dijalankan pemerintah dan diestimasi menelan investasi senilai US$40,39 juta ini, seharusnya dapat berkontribusi besar dalam pembangunan industri nasional.

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengatakan proyek yang dibagi dalam tiga paket ini memiliki tantangan yang berbeda seiring dengan perbedaan rute. Di wilayah barat dari segi perizinan lebih mudah, mengingat didominasi dengan kabel laut yang tidak membutuhkan izin pemilik tanah.

Pada paket Tengah yang meliputi 17 kabupaten/kota di Indonesia bagian barat, bentangan serat optik di darat serta laut terhitung sebanyak 1.676 km dan diestimasi menelan investasi senilai US$47,08 juta.

Terakhir pada paket Timur yang meliputi 35 kabupaten/kota di Indonesia timur sepanjang 5.681 km di laut dan darat nilai proyek diperkirakan mencapai US$143,18 juta. Penyelenggara Palapa Ring ditargetkan dapat menyediakan kecepatan akses minimal 20 Mbps di perkotaan dan 10 Mbps di pedesaan.

Dengan demikian, proyek bernilai total US$230,64 juta ini ditargetkan rampung pada 2018 dan sejak 1 Januari 2019 semua ibukota kabupaten dan ibukota madya di Indonesia telah terhubung dengan broadband.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper