PERUBAHAN IKLIM: Fenomena El Nino Ekstrem di Indonesia

k5
Sabtu, 3 Oktober 2015 | 18:14 WIB
Suatu gejala penyimpangan kondisi laut. /Bisnis.com
Suatu gejala penyimpangan kondisi laut. /Bisnis.com
Bagikan

1Posisi Unik

Indonesia memiliki posisi yang unik karena berada di persimpangan dua lautan dan dua benua. Hal ini mengakibatkan Indonesia sangat peka terhadap perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi. Fenomena El Nino ekstrem disebut sebagai penyebab kemarau berkepanjangan yang terjadi di Indonesia.

El Nino adalah suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST) di Samudra Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru). El Nino menyebabkan berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.

Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (PSTA Lapan) Bambang Siswanto mengungkapkan perubahan iklim telah diprediksi mengakibatkan frekuensi terjadinya El Nino ekstrem.

Menurutnya, hal ini setara dengan kejadian pada 1997—1998 yang meningkat hingga dua kali lipat pada rentang 2000 dan diperkirakan berlangsung hingga 2099.

Berdasarkan penemuan terkini oleh Wenju Cai, 2015, yang dipublikasikan di Nature Climate Change, terungkap bahwa kejadian El Nino ekstrem tersebut telah meningkat dari sebelumnya yang berlangsung setiap 27—28 tahun menjadi 15—16 tahun.

“Selain itu, kejadian iklim ekstrem juga diprediksi meningkat sebanyak empat kali lipat. Dari sebelumnya, berulang setiap 187 tahun sekali menjadi 48 tahunan,” jelas Bambang di Bandung beberapa waktu lalu.

Sementara itu berdasarkan proyeksi empat model global yang dijalankan oleh Lapan, hasil dari tiga model menunjukkan kecenderungan yang sama bahwa curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami peningkatan antara 0—50 mm/bulan sepanjang Januari—Maret pada 2050.

Namun pada 2100 akan sebaliknya, yakni pengurangan hujan 0-250 mm/bulan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. “Untuk Pulau Jawa, berdasarkan proyeksi model CCAM, musim kemarau akan terjadi lebih panjang dari normalnya pada tahun 2010-2030,” ungkapnya.

Bambang menambahkan sebaliknya untuk musim hujan akan berlangsung lebih pendek dari normalnya. “Awal musim hujan juga diproyeksikan lebih mundur dari biasanya, sementara musim kemarau diperkirakan datang lebih cepat dari biasanya selama rentang 2010-2030,” jelas Bambang.

Lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya perubahan iklim.

Namun tidak hanya El Nino ekstrem penyebabnya, Indian Ocean Dipole (IOD) positif juga turut andil menyebabkan kemarau berkepanjangan di Indonesia.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : k5
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Sabtu (3/10/2015)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper