Bisnis.com, JAKARTA — Operator telekomunikasi mengharapkan pemerintah dapat memberikan insentif pengurangan atau penundaan regulatory charges agar mendorong operator tetap berinvestasi ditengah melemahnya kurs rupiah yang hingga Jumat (28/08) lalu menurut kurs tengah Bank Indonesia masih Rp14.011/US$.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengungkapkan pemerintah dapat memberikan insentif seperti pengurangan atau penundaan seperti Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi, Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan biaya Universal Service Obligation (USO).
“Yang lebih mudah bagi pemerintah untuk membantu dan mendorong operator agar tetap berinvestasi adalah dengan mengurangi atau paling tidak menunda komponen biaya tetap yang besar itu, dimana yang terbesar adalah regulatory charges,” ujarnya ketika dihubungiBisnis, Minggu (30/8/2015).
Merza menambahkan perlunya dibuat tata cara dan prosedur yang tepat untuk detail bentuk insentif. Direktur Utama PT Smartfren Telecom Tbk ini pun menjelaskan melemahnya nilai rupiah saat ini merupakan salah satu indikator bahwa ada masalah di perekonomian Indonesia.
“Bila keadaan ini berlangsung berkepanjangan, maka dampaknya akan sangat berat bagi operator, terutama operator yang masih memiliki tingkat EBITDA negatif atau positif tetapi sangat tipis,” ungkap Merza.
Kelompok ini, paparnya, memiliki persentase 60%-70% dari biaya adalah fixed cost dan setidaknya 80% investasi dilakukan dalam nilai valuta asing (valas) dan 90%-95% pelanggan adalah mid-low economy earner, yakni masyarakat yang terkena dampak paling berat untuk daya beli.