Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat pertumbuhan tingkat penetrasi internet di Indonesia melambat pada 2025 menjadi 80,66%, atau setara dengan 229 juta dari total populasi 284 juta jiwa.
Angka ini hanya naik 1,16 basis poin dibandingkan dengan tingkat penetrasi 2024 sebesar 79,50%, yang naik 1,33 poin dari angka 2023 sebesar 78,19%. Adapun, pada 2022, tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 77,01% .
Sekretaris Jenderal APJII Zulfadly Syam menjelaskan perlambatan ini dipengaruhi oleh kecenderungan penyedia layanan internet (ISP) yang lebih fokus meningkatkan kualitas di wilayah yang sudah terlayani, ketimbang memperluas jangkauan ke daerah terpencil.
"Penambahan ini enggak terlalu signifikan naik. Kenapa? Karena di beberapa wilayah yang digantikan itu atau penyedia internet relatif meningkatkan kualitasnya daripada masuk-masuk ke desa-desa yang mungkin terlalu sulit. Jadi, peningkatannya enggak langsung signifikan," kata Zulfady dalam media diskusi usai Peluncuran Hasil Survei APJII: Profil Internet Indonesia 2025 di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Padahal, menurutnya, jumlah penyedia internet di Indonesia sudah mencapai 1.386 entitas. Namun, bisnis ISP masih terkonsentrasi di wilayah tertentu.
Meski begitu, Zulfadly menilai wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) menunjukkan perkembangan positif. Dia pun mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan agar penetrasi di wilayah tersebut meningkat lebih signifikan.
“Yang pertama mungkin adanya insentif. Jadi yang mau bangun ke daerah 3T diberikan insentif,” katanya.
Zulfadly menambahkan, opsi kedua yang bisa dilakukan adalah memberikan reward berupa relaksasi pajak bagi pihak yang membangun jaringan di daerah 3T. Jika hal itu tidak memungkinkan, setidaknya perlu ada upaya proteksi terhadap infrastruktur yang sudah dibangun. Zulfadly mengingatkan, tanpa proteksi terhadap infrastruktur yang sudah dibangun di wilayah 3T, pelaku usaha akan enggan berinvestasi.
“Jadi misalnya saya membangun daerah 3T, saya mau bangun nih. Tapi jangan saya ketika saya bangun nanti saya diganggu oleh provider yang lain. Padahal saya baru bangun aja baru belum tentu balik modal. Tapi kemudian diganggu sama provider yang lain atau illegal ISP. Tanpa proteksi itu, kita pun tidak akan berani membangun daerah 3T,” katanya.
Dia menambahkan, regulasi yang melindungi operator untuk mengembangkan jaringan di wilayah 3T setidaknya selama dua tahun tanpa gangguan pihak lain, akan memberikan keamanan dan kepastian bisnis.
“Nah itu akan memberikan keamanan dan perhitungan yang tepat dalam bisnis. Nah itu mungkin ya akan kita kembalikan kepada pemerintah,” tutupnya.