Junta Militer Membuka Diri, Myanmar Kalahkan Pengguna Smartphone Indonesia

Samdysara Saragih
Selasa, 16 Juni 2015 | 20:14 WIB
Telepon seluler (ponsel)/Ilustrasi-JIBI-Dwi Prasetya
Telepon seluler (ponsel)/Ilustrasi-JIBI-Dwi Prasetya
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Myanmar diam-diam menduduki peringkat pertama negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki jumlah pengguna ponsel pintar baru selama kuartal I/2015.

Selama triwulan I/2015, ada 5 juta pengguna ponsel pintar baru di negeri itu. Pada saat yang sama, Indonesia hanya bisa menambah 4 juta pemakai ponsel pintar anyar, diikuti Vietnam (2 juta pengguna).

Hasil tersebut didapat dari Laporan Ericsson Mobility Report: On The Pulse of The Networked Society. Vendor jaringan telekomunikasi Ericsson melakukan riset penggunaaan ponsel dan trafik data di seluruh dunia.

Hardyana Syintawati, VP Komunikasi dan Pemasaran PT Ericsson Indonesia, mengatakan penambahan signifikan pengguna ponsel pintar di Myanmar merupakan imbas dari kebijakan junta militer setempat yang telah membuka akses negara itu terhadap teknologi dan informasi.

“Tahun lalu penetrasi ponsel pintar mereka cuma 2% atau paling bawah dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara lain. Kalau Indonesia pengguna ponsel pintar sudah mencapai 28% dari total pelanggan seluler,” katanya saat memaparkan hasil laporan, Selasa (16/6/2015).

Junta Militer yang berkuasa di Myanmar mulai melakukan transisi dari negara diktator ke negara demokrasi pada 2012. Pada waktu itu, pemerintah membebaskan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi dan mengadakan pemilihan umum secara demokratis.

Myanmar tidak hanya semakin demokratis, tetapi juga kian membuka diri terhadap teknologi informasi. Sebelumnya, komunikasi warga praktis mengandalkan telepon tetap dan 2G. Padahal, negara tetangga sudah beralih ke 3G.

Hardyana mengatakan proses adopsi teknologi seluler generasi ketiga itu memang tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Operator harus terlebih dahulu bergabung ke dalam Groupe Speciale Mobile Association (GSMA).

“Kami para vendor hanya bisa jualan kepada operator yang tergabung dalam GSMA karena menyangkut paten. Ini mirip dengan aturan sepak bola yang mengharuskan sebuah negara bergabung ke FIFA agar bisa ikut turnamen internasional,” kata Nana, panggilan akrab Hardyana.

Ericsson, kata Nana, adalah vendor yang paling awal masuk ke Myanmar. Menurutnya, penetrasi seluler yang masih rendah membuat prospek bisnis di negeri itu cerah sehingga para vendor akan berlomba-lomba menawarkan teknologi terbaru.

“Di kawasan Asia Tenggara dan Oseania, termasuk Myanmar, pengguna ponsel pintar diprediksi akan tumbuh tiga kali lipat pada 2020 mendatang dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.

 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper