Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan penyedia solusi keamanan internet, FireEye merilis laporan mengenai aksi APT30, kelompok hacker yang mengancam keamanan dunia maya di kawasan Asia Tenggara dan India, Senin (13/4/2015).
Dalam laporannya, perusahaan yang berkantor di Singapura ini menduga China mendanai kelompok hacker APT30. FireEye menuduh Negara Tirai Bambu ini memata-matai negara di Asia Tenggara dan India selama 10 tahun. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan ini menduga China memata-matai pemerintah dan kelompok bisnis di lokasi serupa.
FireEye menyebutkan kelompok spionase cyber APT30 mencuri informasi rahasia dari pemerintah, perusahaan dan jurnalis sejak 2005. Namun aksi yang berlangsung satu dekade ini tidak terpantau.
Para peneliti FireEye meyakini China menjadi dalang target kelompok hacker tersebut. Kelompok ini telah sukses melancarkan aksinya dengan metode yang sama selama bertahun-tahun. Mereka tidak merubah infrastruktur serangan mereka dan target pun tidak menyadari data-datanya berhasil dicuri.
Dalam laporannya, perusahaan ini menuliskan beberapa negara yang menjadi target serangan. Negara tersebut adalah India, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam, Amerika Serikat, Thailand dan Arab Saudi.
Selain itu, mereka menuliskan juga dugaan negara yang menjadi target seperti Indonesia, Filipina, Singapura, Jepang dan beberapa negara Asia lainnya.
Para peneliti menemukan fakta unik yakni organisasi di Asia merasa pihaknya tidak akan menjadi target kelompok tersebut. Ternyata kenyataan berkata lain. Bisnis dan pemerintah di Asia tetap menjadi sasaran.
Bahkan para target tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi serangan dan tidak terlindung dari dampak aksi kelompok berbahaya ini.
FireEye menyarankan perusahaan dan pemerintah harus mengambil tindakan menghadapi spionase cyber. Serangan ini menjadi masalah yang nyata terjadi di India dan ASEAN.
FireEye melansir di situs resminya, 37% pelanggan FireEye di APAC terdeteksi serangan cyber yang canggih pada semester II/2014. Persentase ini menunjukkan pelanggan di wilayah tersebut memiliki kemungkinan 33% menjadi sasaran dari rata-rata global sebesar 27%.
Kelompok hacker ini secara kolektif mencuri informasi penting dari semua tingkatan pemerintah, pertahanan, media, keuangan, manufaktur, telekomunikasi dan industri lainnya.
Dampak hilangnya data-data ini berpengaruh pada hilangnya Hak Kekayaan Intelektual perusahaan. Selain itu, hilangnya data memungkinkan para pesaing untuk mencuri pangsa pasar.
FireEye menjelaskan dampak ekonomi dan diplomatik akibat aksi spionase cyber tersebut cukup serius. Hal ini disebabkan sebagian besar pemerintah dan kelompok bisnis tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi, mencegah, menganalisis dan menanggapi serangan ini.
Namun, menurut perusahaan proteksi dunia maya tersebut, serangan ini sesungguhnya dapat dideteksi dan diatas melalui kombinasi tepat dari teknologi, kecerdasan dan keahlian. []