APJII: Indosat & IM2 Terjerat Kasus, Bisnis ISP Tetap Jalan

Deliana Pradhita Sari
Sabtu, 7 September 2013 | 19:38 WIB
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Selepas kasus Indosat dan IM2 mencuat, yang diduga akan mempengaruhi sektor ekonomi khususnya industri telekomunikasi, tetapi faktanya sampai saat ini bisnis ISP (Internet Service Provider) belum terpengaruh secara signifikan.

Semua bisnis industri telekomunikasi masih berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu  diungkapkan oleh Sapto Anggoro, Sekjen Asosiasi Penyelengara Jaringan Internet Indonesia (APJII) kepada Bisnis belum lama ini.

Namun, tak menutup kemungkinan bahwa kasus ini akan berdampak buruk ke depannya bagi industri ISP seiring berjalannya waktu. Menelisik lebih dalam, saat ini kasus Indosat-IM2 telah diputus oleh  pengadilan Tipikor bahwa pihak IM2 (Indar Atmanto) selaku Dirut pada waktu itu dinyatakan bersalah.

Artinya secara tidak langsung model bisnis antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa (ISP) juga bersalah. Dampaknya, kalau itu berkekuatan hukum tetap, maka mengancam industri ISP. Padahal menurut UU Telekomunikasi 36/1999 dan PP 52/2000 dan PP 53/2000 tidak ada pelanggaran.

“Tapi kita lihat dulu proses pengadilan selanjutnya, karena IM2 mengajukan banding,” ujarnya.

Apapun keputusan pengadilan setelah IM2 mengajukan banding, katanya, bisnis ISP masih akan tetap jalan. Dan akan selalu menarik untuk digeluti. Hal ini disebabkan pertumbuhan sistem internet dan penggunanya akan selalu naik dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan pengguna adalah 20% lebih dan penggunaan kapasitas mencapai di atas 25%.

Hal seperti harus ditunjang dengan layanan ISP terhadap konsumen. Pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang mengerti kebutuhan pelanggan. Karena pelanggan memiliki kebutuhan bermacam-macam lewat internet.

Ada yang berkepentingan untuk urusan pribadi, bisnis, sosial media dan pengembang konten. “Siapa yang bisa memberikan solusi itulah yang akan berkembang dan bagus di masa depan. Entah dari aplikasi, jumlah bandwidth, dan lain-lain,” katanya.

Pihak APJII kini sedang berupaya mempertimbangkan untuk mengajukan uji materi mengenai pengenaan Biaya Hak Penyelenggaran (BHP) telekomunikasi / Universal Sevice Obligation (USO)  karena dianggap tidak sesuai dengan undang-undang, yang menyatakan BHP telekomunikasi dikenakan ke ISP sebesar 0,5% dari pendapatan kotor per tahun.

Menurut UUD 45 yang diamandemen, setiap pungutan harus melalui undang-undang. Namun pemerintah melakukan pungutan BHP/USO memakai Peraturan pemerintah (PP) 52/2000. “Jadi tidak cukup dengan PP, tapi harus pakai undang-undang,” ujarnya.

Sementara itu, UU PNBP 20/1997 tidak mengatur tarif detil soal BHP/USO.

BHP Telekomunikasi yang dimaksud meliputi pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi dan pendapatan penyewaan jaringan, interkoneksi, pasang baru/ aktivasi, berlangganan, pemakaian, air time, jelajah, fitur dan penjualan kartu telepon.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper