Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. (ISAT) menyambut positif rencana hadirnya skema berbagi jaringan. Perusahaan memperkirakan kebijakan tersebut membuat ongkos operasional operator menjadi lebih hemat.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyiapkan skema jaringan terbuka berbasis spektrum frekuensi baru guna mempercepat penyediaan layanan internet tetap berkecepatan tinggi, khususnya di wilayah-wilayah yang belum terjangkau jaringan serat optik.
Kebijakan ini didesain untuk mendorong model open access, di mana penyelenggara jaringan wajib membuka infrastruktur mereka agar dapat digunakan bersama oleh operator lain.
Direktur & Chief Business Officer IOH, Muhammad Buldansyah, menyebut skema tersebut memungkinkan dijalankan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Terkait skema model berbagi jaringan dan berbagi spektrum atau infrastructure sharing dan spectrum sharing yang diasosiasikan dengan frekuensi baru yang tengah disiapkan Komdigi, kami melihat bahwa sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, hal tersebut dapat dilakukan,” kata Buldansyah kepada Bisnis pada Selasa (24/6/2025)
Lebih lanjut, Buldansyah menekankan bahwa implementasi berbagi infrastruktur dapat membawa manfaat signifikan bagi industri dan masyarakat luas.
Termasuk dapat meningkatkan efisiensi biaya jaringan dan mempercepat pemerataan jaringan telekomunikasi di wilayah Indonesia. Namun, dia juga mengingatkan penggunaan spektrum bersama melalui perangkat aktif saat ini masih dibatasi secara regulatif hanya untuk teknologi terbaru, seperti 5G dan generasi setelahnya.
Keberhasilan implementasi skema ini, menurutnya, akan sangat ditentukan oleh kejelasan aspek keekonomian dari spektrum yang dialokasikan.
“Kami juga percaya bahwa keberhasilan implementasi skema ini akan sangat bergantung pada kejelasan aspek keekonomian dari spektrum frekuensi itu sendiri, hal tersebut menjadi penting agar tetap menciptakan insentif yang sehat bagi investasi jaringan ke wilayah yang belum terjangkau,” katanya.
Sebagai informasi, Komdigi telah menyelesaikan penyusunan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri sebagai dasar hukum dari program internet murah tersebut.
Regulasi ini telah melalui proses konsultasi industri selama lebih dari satu bulan. Nantinya, pemilihan operator penyedia jaringan akan mengedepankan kesiapan teknologi dan komitmen terhadap penyediaan layanan yang terjangkau.
Sebelum peluncuran kebijakan ini, pemerintah telah berdiskusi dengan para operator seluler terkait upaya menghadirkan layanan internet tetap berkecepatan hingga 100 Mbps di wilayah-wilayah tanpa jaringan serat optik, seperti sekolah, puskesmas, dan kantor desa.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, saat ini sekitar 86% sekolah (190.000 unit), 75% puskesmas (7.800 unit), dan 32.000 kantor desa masih belum terkoneksi jaringan internet tetap.
Adapun penetrasi fixed broadband di rumah tangga Indonesia baru mencapai 21,31% secara nasional, yang menunjukkan adanya ruang besar untuk peningkatan akses digital melalui kolaborasi antara pemerintah dan industri telekomunikasi.