Potong Tarif
Ketika dikonfirmasi Bisnis terkait dengan pelanggaran regulasi yang dimaksud, Igun menjelaskan bahwa hal tersebut terkait dengan pemotongan tarif yang mencapai 50%.
"Potongan tarif yang mencapai sampai 50%, maka kami tuntut agar Kemenhub merevisi biaya aplikasi menjadi 10%," ujar Igun.
Sebagai bagian dari aksi, Igun mengungkapkan para pengemudi ojek online (ojol) juga akan melakukan offbid massal atau mematikan aplikasi secara serempak. Tindakan ini disebut akan berdampak pada lumpuhnya sebagian atau seluruh layanan pemesanan melalui aplikasi pada hari tersebut.
“Pada 20 Mei 2025 kami perkirakan pemesanan apapun melalui aplikasi akan lumpuh sebagian ataupun total,” kata Igun.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati. Dia menjelaskan, dalam aksi itu para driver ojol akan menuntut aplikator untuk segera melakukan revisi biaya aplikasi. Di mana, saat ini biaya aplikasi yang ditanggung oleh para driver ojek online (ojol) mencapai 70%.
“Kondisi kerja yang jauh dari layak itu termanifestasi dalam bentuk potongan platform yang selangit hingga mencapai 70%,” tegasnya kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).
Dalam penjelasannya, biaya aplikasi itu menyebabkan pengemudi ojol hanya mendapat upah sebesar Rp5.200 dari hasil kerjanya mengantarkan makanan. Padahal, pelanggan melakukan pembayaran ke platform sebesar Rp18.000.
Tak hanya itu, tambahnya, SPAI juga menuntut dihapuskannya skema atau program diskriminatif yang membuat pesanan prioritas bagi sebagian pengemudi ojol. Dia menilai, program itu menimbulkan ketimpangan hak yang diterima pengemudi ojol.
“Maka kami mendukung tuntutan potongan 10% dan bahkan kami menuntut potongan platform dihapuskan. Selain itu, harus ada kejelasan tarif penumpang, barang dan makanan yang setara dan adil,” pungkasnya.