Menkomdigi Blak-blakan Strategi Hadapi Efek Tarif Trump, Ini Bocorannya

Lukman Nur Hakim
Senin, 14 April 2025 | 10:48 WIB
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid menjawab pertanyaan dari redaksi Bisnis Indonesia pada saat sesi wawancara di Jakarta, Jumat (11/4/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid menjawab pertanyaan dari redaksi Bisnis Indonesia pada saat sesi wawancara di Jakarta, Jumat (11/4/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyiapkan paket kebijakan di sektor digital sebagai alat negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) usai Presiden Donald Trump menetapkan kebijakan tarif baru.

Paket kebijakan yang dimaksud yaitu terkait dengan relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), data center, free flow data dan kabel bawah laut (subsea cable)

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengaku sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait dengan industri digital yang bisa diberikan relaksasi.

“Tentu kita akan lihat dulu [wacana relaksasi]. Tetap kita kaji, jadi tim kami sekarang sedang mengkaji mana (industri) yang bisa relaksasi,” kata Meutya dalam wawancara dengan Bisnis Indonesia, Jumat (11/4/2025).

Terkait dengan rencana relaksasi TKDN, dia mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar kebijakan TKDN dibuat lebih fleksibel.

"Soal TKDN, pada dasarnya kita tidak menurunkan, tetapi instruksi Presiden agar TDKN fleksibel. Itu mungkin yang paling capat dilakukan saat ini," ujarnya.

Data Center

Lebih lanjut, Meutya menjabarkan terkait dengan bisnis data center, pemerintah mendapatkan masukan soal revisi Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Meutya menuturkan para investor menginginkan adanya kelonggaran dalam aturan data center yang tertuang dalam PP tersebut. Di mana, dalam pasal 20 ayat 2 dikatakan Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik wajib melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia.

Meskipun, pada ayat 3 disebutkan PSE bisa melakukan pengolahan data di luar wilayah Indonesia, jika teknologi penyimpanan tidak tersedia di dalam negeri.

Selain soal PP 71, Meutya mengatakan bahwa investor data center juga mengeluhkan masalah perizinan dan cross country data atau data lintas negara.

“Ini bukan hanya karena permintaan dari perusahaan Amerika saja, tapi kita melihat supaya kita juga kompetitif in that area, data center yang sekarang, kita ada agak di belakang negara tetangga,” ujar Meutya.

Kemudian, untuk relaksasi aturan di bisnis free flow data. Meutya menyebut free flow data merupakan salah satu yang akan dibawa dalam pembicaraan terkait tarif impor.

Adapun, free flow data atau aliran data bebas dengan kepercayaan (DFFT) adalah konsep yang mendorong pertukaran data tanpa hambatan, sambil memastikan kepercayaan terhadap privasi, keamanan, dan hak kekayaan intelektual.

Lebih lanjut, untuk relaksasi aturan bisnis kabel bawah laut (subsea cable), Meutya menuturkan bahwa rancangan ini baru masuk dan baru dikomunikasikan dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Subsea cable adalah kabel yang dipasang di dasar laut atau perairan besar untuk menghubungkan dua daratan. Kabel ini dapat digunakan untuk menyalurkan listrik atau data.

Di Indonesia, beberapa perusahaan yang terlibat dalam pembangunan kabel laut di Indonesia adalah PT PLN, Telkom, dan Indosat. Namun, kabel serat bawah laut kerap mengalami gangguan karena tertarik oleh rumpon alat penangkap ikan. 

Negosiasi Lanjutan

Meski sudah ada rencana untuk memberikan relaksasi terhadap sejumlah sektor industri digital, Meutya mengatakan bahwa usulan tersebut masih akan dikaji untuk dibawa ke negosiasi lanjutan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

Politikus partai Golkar ini menuturkan bahwa pada pekan depan akan kembali dilakukan negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan perwakilan Amerika Serikat untuk membahas tarif impor.

“Karena rencananya kan mungkin 17 April ada pembicaraan lagi dengan pihak Amerika Serikat,” ungkapnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper