Bisnis Menara 2024: Laba MTEL - TOWR Naik Tipis, TBIG Turun Dua Digit

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 11 April 2025 | 11:20 WIB
Menara telekomunikasi yang berada di tengah perkotaan dengan trafik tinggi
Menara telekomunikasi yang berada di tengah perkotaan dengan trafik tinggi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan menara telekomunkasi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) bersaing di tengah kondisi yang menantang pada 2024. Ketiganya membukukan laba yang beragam.

Dihimpun dari berbagai sumber,  Mitratel membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 4,8% year on year/YoY pada 2024. Laba perusahaan tumbuh dari Rp2,01 triliun pada 2023 menjadi Rp2,11 triliun. Secara pertumbuhan laba, Mitratel menjadi perusahaan menara dengan pertumbuhan tertinggi dibandingkan TWOR dan TBIG.

Kenaikan laba bersih sejalan dengan pendapatan yang meningkat 7,19% menjadi Rp9,31 triliun di 2024, dibandingkan tahun sebelumnya Rp8,68 triliun.

Sementara itu, TOWR mencatat pertumbuhan laba sebesar 2,5% YoY menjadi Rp3,34 triliun dari tahun sebelumnya Rp3,25 triliun. Meski secara pertumbuhan hanya naik tipis, tetapi secara nilai, laba yang dibukukan TOWR adalah yang tertinggi dibandingkan dengan 2 perusahaan menara lainnya.

Dari sisi pendapatan, TOWR bertumbuh 8,5% menjadi Rp12,74 triliun dari tahun sebelumnya Rp11,74 triliun.

Sementara TBIG mengalami penurunan laba bersih sebesar 12,7% dari Rp1,56 triliun di 2023 menjadi Rp 1,36 triliun pada 2024. Pendapatan bersih naik tipis 3,5% YoY menjadi Rp6,87 triliun pada 2024, dari Rp 6,64 triliun. Sementara itu beban keuangan dari utang bank dan obligasi meningkat menjadi Rp1,87 triliun dari Rp1,69 triliun. Beban keuangan lain juga naik menjadi Rp177 miliar dari Rp129 miliar. Hal ini membuat laba perusahaan menurun.

Bisnis menara masih menjadi kontributor utama pendapatan masing-masing perusahaan. Dari total pendapatan MTEL sebesar Rp9,31 triliun, 93% ditopang bisnis sewa menara sebesar Rp8,63 triliun. Sisanya berasal dari pendapatan tower related business terkait jasa pengelolaan infrastruktur atau managed service.

Sementara itu kontribusi pendapatan TOWR dari menara sebesar 90% atau sebesar RpRp11,47 triliun. Perusahaan mencoba mengoptimalkan pendapatan dari bisnis non-menara sebagai diversifikasi.

BTS Terbang

Sementara itu, Analis Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Daniel Widjaja mengatakan di tengah persaingan industri menara yang ketat, rencana pengembangan Flying Tower System atau sistem menara telekomunikasi di udara menjadi salah satu inovasi yang perlu dipertimbangkan.

Analis memprediksi BTS alternatif yang akan “terbang” di sekitaran atmosphere ini akan meluncur pada 2026 - 2027. ‘BTS Terbang’ ini memiliki keunggulan cakupan yang luas dan ongkos pembuatan yang lebih terjangkau ketimbang Starlink.

“FTS menawarkan jangkauan luas sekitar 200 km dengan biaya capex dan operasional jauh lebih rendah dari Starlink,” kata Daniel.

Daniel juga memperkirakan sektor menara telekomunikasi tetap tangguh meskipun ada tantangan dari para operator telko dalam mengakuisisi pelanggan dan potensi perang harga yang membatasi pertumbuhan ARPU (Average Revenue Per User).

“Perluasan bisnis fiber diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri, sejalan dengan strategi broadband dari operator telko. Aksi korporasi yang sedang berlangsung dan perkembangan merger akuisisi tetap akan dipantau secara ketat,” kata Daniel.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper