Bisnis.com, JAKARTA — Akamai Technologies melaporkan Asia Pasifik-Jepang (APJ) menjadi wilayah kedua dengan serangan siber Distributed Denial-of-Service (DDoS) terbanyak di dunia sepanjang 2024.
Lonjakan serangan mencapai lima kali lipat dibanding tahun sebelumnya, didorong lemahnya standar keamanan terpusat dan adopsi teknologi lawas seperti VPN.
Dalam laporan Defenders’ Guide 2025: Fortify the Future of Your Defense, Akamai mengidentifikasi APJ sebagai kawasan paling rentan kedua setelah Amerika Utara untuk serangan DDoS aplikasi web.
Keragaman ekonomi—mulai dari negara berkembang hingga maju—menyulitkan harmonisasi protokol keamanan, sementara 78% organisasi di wilayah ini masih bergantung pada VPN konvensional ketimbang Zero Trust Network Access (ZTNA).
SVP dan Managing Director Akamai Technologies APJ Parimal Pandya mengatakan transformasi digital agresif yang tidak diimbangi peningkatan kapasitas keamanan dan serangan berbasis AI yang makin canggih, termasuk malware tanpa file (fileless) dan botnet generasi baru seperti NoaBot dan RedTail, memperparah kondisi tersebut.
Di sisi lain, regulasi masih terlalu longgar sehingga standar keamanan di sebuah perusahaan tidak berjalan dengan baik.
“APJ adalah motor pertumbuhan digital global, tetapi kecepatan inovasi justru jadi bumerang ketika keamanan diabaikan,” tegas Parimal dikutip, Selasa (25/2/2025).
Laporan Akamai juga mengungkap bahwa 65% serangan di Asia Pasifik mengeksploitasi celah pada infrastruktur hybrid kerja jarak jauh. VPN—yang masih digunakan 320.000 perusahaan di kawasan ini—menjadi sasaran utama akibat konfigurasi keamanan yang lemah.
Kemudian, Akamai juga memprediksi serangan ransomware di Asia Pasifik akan meningkat 40% pada 2025, seiring maraknya eksploitasi kerentanan IoT dan cloud. Sementara itu, hanya 12% perusahaan di kawasan ini yang telah mengadopsi sistem deteksi ancaman berbasis AI.
Akamai menyarankan model penilaian risiko kuantitatif, mitigasi malware mutakhir, hingga transisi ke ZTNA untuk menekan serangan tersebut.
Parimal mengatakan kontainer yang makin banyak digunakan karena fleksibel, ringan, dan mudah diterapkan, tetapi hal ini juga menghadirkan beragam tantangan keamanan baru. Dibutuhkan keamanan host dan perencanaan yang matang serta pemahaman mendalam tentang potensi risiko untuk membangun pertahanan kuat yang adaptif dalam lanskap digital yang terus berubah.
Dengan meningkatnya ketergantungan pada Kubernetes di dunia bisnis, Defenders’ Guide menyediakan analisis enam kerentanan Kubernetes dari tahun 2023–2024, termasuk risiko serangan injeksi perintah.
“Laporan ini menekankan pentingnya pembaruan patch proaktif dan kewaspadaan terhadap ancaman yang muncul di lingkungan kontainer,” kata Parimal