Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menanggapi polemik dugaan kerugian negara senilai Rp63 triliun akibat praktik kuota internet hangus yang diangkat Indonesian Audit Watch (IAW).
Vice President Corporate Communications & Social Responsibility Telkomsel, Saki Hamsat Bramono, mengatakan penawaran produk Telkomsel, termasuk kuota internet, telah merujuk pada ketentuan hukum seperti Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2021 serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999.
“Saya luruskan, masalah kuota hangus ini. Kan satu, semua ini kami sudah sesuai dengan, produk yang kami keluarkan itu sudah sesuai dengan Permennya ya, Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 dan yang kedua undang-undang konsumen tahun 1999,” kata Saki ditemui usai acara peluncuran SIMPATI TikTok di Jakarta pada Selasa (15/7/2025)
Menurut Saki, sistem kuota yang diterapkan pada saat ini jauh lebih menguntungkan bagi pelanggan dibandingkan model lama “pay as you use” (PAYU) yang dikenakan per kilobyte. Dia menambahkan model bisnis tersebut juga berlaku secara global dan memberi lebih banyak pilihan kepada pelanggan, termasuk paket harian, mingguan, hingga kuota khusus seperti untuk akses TikTok.
Terkait dengan literasi digital, Saki menyebut Telkomsel dan seluruh operator telah berupaya menyampaikan informasi produk secara transparan.
“Saya rasa pelanggan, saya rasa dari dulu sampai sekarang semua operator di Indonesia, dan juga seluruh dunia, tidak ada isunya terkait ini ya. Jadi sebenarnya pelanggan sudah teredukasi dengan baik,” katanya.
Saki juga menekankan praktik rollover kuota tersedia melalui paket tertentu, tergantung pada pilihan pelanggan.
“Jadi saya rasa pelanggan sudah pintar memilih dengan paket-paket data tersebut, dan ini malah menguntungkan buat pelanggan lah saya rasa, sangat menguntungkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap dugaan kerugian negara dari praktik kuota internet hangus serta indikasi korupsi di anak usaha PT Telkom Indonesia.
Dalam surat terbuka bertanggal 29 Mei 2025, IAW mengajukan empat tuntutan, termasuk permintaan agar Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan audit model bisnis tersebut serta mendorong regulasi khusus mengenai pertanggungjawaban operator.
Merespons hal ini, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan seluruh anggotanya, termasuk Telkomsel, berkomitmen pada tata kelola yang baik dan patuh terhadap regulasi.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menjelaskan bahwa penetapan harga, kuota, dan masa aktif sudah sesuai dengan Pasal 74 Ayat 2 Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan.
“Ini juga sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, yang menegaskan bahwa pulsa bukan merupakan alat pembayaran sah maupun uang elektronik, sehingga juga sudah dikenakan PPN sebagaimana barang konsumsi lainnya,” kata Marwan.
Dia menambahkan pemberlakuan masa aktif merupakan praktik wajar di industri telekomunikasi global dan tidak bisa disamakan dengan layanan utilitas seperti listrik atau kartu tol.
“Kuota internet bergantung pada lisensi spektrum yang diberikan pemerintah dalam jangka waktu tertentu, bukan volume pemakaian,” imbuhnya.
Operator seperti Kogan Mobile (Australia) dan CelcomDigi (Malaysia) pun menerapkan kebijakan serupa, yakni kuota hangus jika tak digunakan dalam masa aktif. Marwan memastikan bahwa semua informasi mengenai kuota, harga, dan masa berlaku selalu disampaikan secara terbuka, dan pelanggan diberikan keleluasaan memilih paket sesuai kebutuhan.
“Kami percaya, kebijakan yang adil bagi pelanggan dan mendukung keberlanjutan industri harus berbasis pada pemahaman menyeluruh atas model bisnis telekomunikasi,” pungkasnya.