KPPU Denda Google Rp202 Miliar, Play Store Terbukti Monopoli

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 22 Januari 2025 | 10:09 WIB
CEO Alphabet Inc. Sundar Pichai saat wawancara di kampus Googles Bay View, California, Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2024). / Bloomberg-David Paul Morris
CEO Alphabet Inc. Sundar Pichai saat wawancara di kampus Googles Bay View, California, Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2024). / Bloomberg-David Paul Morris
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp202 miliar kepada raksasa teknologi Google, atas dugaan pelanggaran persaingan usaha pada sistem layanan pembayaran Google Play Store, Google Play Billing.

Ketua Majelis Komisi KPPU Hilman Pujana menilai Google LLC terbukti melakukan praktik monopoli dan menggunakan posisi dominan untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang No.5/1999 terkait Penerapan Google Play Billing System. 

Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar, dan memerintahkan Terlapor menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store. 

“Majelis Komisi juga memerintahkan Terlapor untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5% selama kurun waktu 1 tahun, sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap,” dikutip dari keterangan resmi, Rabu (22/1/2025).  

Sebagai informasi, perkara ini merupakan inisiatif KPPU yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 17, 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang No.5/1999 oleh Google LLC. 

Google LLC telah mewajibkan developer aplikasi yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store untuk menerapkan Google Play Billing System (GPB System) dan memberikan sanksi apabila tidak patuh dengan menghapus aplikasi tersebut dari Google Play Store

Logo Google di salah satu perkantoran
Logo Google di salah satu perkantoran

Google LLC mengenakan biaya layanan (service fee) dalam penerapan GPB System tersebut sebesar 15%-30%. Majelis Komisi telah melakukan pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini sejak tanggal 28 Juni 2024 sampai dengan tahap pemeriksaan lanjutan berakhir dengan agenda penyampaikan simpulan hasil persidangan pada tanggal 3 Desember 2024.

Dalam Putusannya, Majelis Komisi menjelaskan bahwa pasar bersangkutan dalam perkara yang melibatkan Google ini menggunakan analisis pasar multi sisi dimana Google Play Store merupakan platform digital yang menghubungkan antara developer aplikasi dan pengguna aplikasi dengan menyediakan fitur GPB System sebagai sistem penagihan dalam transaksi pembayaran untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purcahse. 

Adapun pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah jasa distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar dengan sistem operasi seluler berbasis Android di wilayah Indonesia pada periode dugaan pelanggaran sejak tanggal 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024. 

“Berdasarkan fakta persidangan serta analisis struktur pasar, Majelis Komisi menilai bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar,” tulis dalam keterangan. 

Atas perilaku Google yang mewajibkan penggunaan GPB System untuk setiap pembelian produk dan layanan digital yang didistribusikan di Google Play Store serta tidak mengizinkan penggunaan alternatif pembayaran lain dalam GPB System, menimbulkan berbagai dampak bagi para penggunanya seperti keterbatasan pilihan metode pembayaran yang tersedia. 

Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan pendapatan atau transaksi, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30% akibat peningkatan biaya layanan. 

Kebijakan lain yang diterapkan Google LLC yaitu pengenaan sanksi berupa penghapusan aplikasi dari Google Play Store atau tidak mengizinkan pembaruan pada aplikasi jika pengguna aplikasi tidak tunduk dan tidak mematuhi kewajiban tersebut. Akibatnya beberapa aplikasi terpaksa hilang dari Google Play Store karena developer aplikasi tidak mengikuti kebijakan GPB System. 

Developer aplikasi juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience), yang menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi mereka di pasar. Sehingga Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi dampak atas pelanggaran Pasal 17 dan Pasal 25 ayat 1 huruf b UU No.5/1999.

“Google LLC sebagai Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999. Terlapor juga disimpulkan tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a,” tulis dalam keterangan. 

Pembayaran denda senilai Rp22,5 miliar wajib dibayarkan selambat-lambatnya 30 hari sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper