Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 11 juta gawai android disebut telah terinfeksi oleh malware necro yang berisiko merusak sistem dan membuat kinerja smartphone Android menjadi lemot. Virus ini sulit terdeteksi.
Diketahui, Android menjadi salah satu perangkat lunak primadona. Sejumlah merek ternama seperti Samsung, Xiaomi, Vivo, Oppo dan lain sebagainya masih menggunakan Android untuk beroperasi.
Malware Necro dirancang untuk menghasilkan pendapatan bagi penyerang dengan menjalankan proses di latar belakang ponsel. Pengguna akan merasakan penurunan kinerja, sementara itu malware Necro dirancang untuk tidak terdeteksi.
“Singkatnya, malware tersebut membuka dan mengeklik iklan untuk menghasilkan pendapatan iklan, tetapi melakukannya melalui jendela yang tidak terlihat,” tulis Kaspersky dalam laporannya, dikutip Senin (30/9/2024).
Peneliti keamanan di Kaspersky SecureList mengungkapkan malware Necro telah ditemukan di lebih dari 11 juta smartphone Android.
Terdapat sejumlah fitur yang terinfeksi virus ini seperti Wuta Camera dan Max Browser.
Digital Trends melaporkan mod WhatsApp dari sumber tidak resmi juga membawa malware, serta mod Spotify yang disebut Spotify Plus. Laporan tersebut juga menyinggung sejumlah mod yang terinfeksi untuk gim seperti Minecraft dan Melon Sandbox.
Dalam wawancara dengan Fox, Google menyatakan bahwa semua aplikasi terinfeksi yang diketahui telah dihapus dan sebagian besar pengguna seharusnya dilindungi oleh Google Play Protect, antivirus bawaan pada sebagian besar perangkat Android.
Jika Anda khawatir perangkat Anda mungkin telah terinfeksi malware Necro atau perangkat lunak berbahaya lainnya, gunakan pemindai antivirus yang andal. Ada beberapa program antivirus berbeda yang tersedia untuk perangkat Android, dan kami memiliki panduan praktis tentang cara menghapus malware dan virus dari ponsel Android.
Virus malware menjadi salah satu ancaman nyata di dunia siber saat ini. Bahkan virus tersebut disebut juga digunakan untuk mencuri data dan sen
Arkansas, negara bagian Amerika Serikat (AS) menggugat pemilik aplikasi belanja online asal China, Temu, lantaran dinilai memiliki kekuatan untuk mencuri data konsumen AS dan secara fungsional merupakan perangkat lunak berbahaya dan jahat, atau yang dikenal sebagai malware.
Jaksa Agung Tim Griffin menyampaikan, Temu dan perusahaan induknya PDD Holdings Inc. telah terlibat dalam praktik perdagangan yang menipu, dengan kebijakan pengumpulan data yang diterapkan perusahaan tersebut.
“Meskipun dikenal sebagai platform e-commerce, Temu pada dasarnya adalah malware dan spyware,” kata Griffin.
Griffin menyebut, aplikasi itu sengaja dirancang untuk mendapatkan akses tanpa batas ke sistem operasi ponsel pengguna. Temu juga disebut mengabaikan pengaturan privasi data pada perangkat pengguna, dan memonetisasi pengumpulan data yang tidak sah.
Untuk mendukung tuduhan tersebut, Griffin juga mengarah pada Google yang untuk sementara waktu menangguhkan aplikasi Pinduoduo milik PDD setelah versi yang tidak ada di Play Store ditemukan mengandung malware, dan Apple untuk sementara waktu menarik Temu dari App Store iOS karena gagal mengikuti aturan privasi wajib pada data pelacakan.
Kendati begitu, dokumen tersebut tidak memberikan bukti langsung adanya mata-mata. Sebaliknya, laporan ini mengutip komentar dari kelompok pihak ketiga, termasuk perusahaan short-selling, yang khawatir dengan banyaknya data yang diduga dapat dikumpulkan Temu dari ponsel pengguna.
“Singkatnya, Temu tidak hanya mencari serangkaian data sensitif yang sangat banyak, jauh melampaui apa yang diperlukan atau bahkan dapat dibenarkan untuk aplikasi belanja, tetapi juga melakukannya dengan cara yang sengaja dirahasiakan dan sengaja dirancang untuk menghindari deteksi,” data gugatan tersebut.