Bisnis.com, JAKARTA - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo mengungkapkan kondisi geografis yang terjal membuat ongkos penggelaran jaringan di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Kepala Divisi Pengadaan BAKTI Kominfo, Gumala Warman mengatakan geografis menjadi kendala utama dalam mengembangkan akses telekomunikasi. Sebab, daerah 3T seringkali memiliki medan yang berat, seperti pegunungan, hutan belantara, pulau-pulau kecil terpencil.
Pembangunan infrastruktur digital di daerah tersebut membutuhkan dukungan alat tambahan, termasuk helikopter, untuk mengangkut perangkat ke titik-titik yang sulit dijangkau.
“Kondisi ini membuat pembangunan telekomunikasi menjadi lebih sulit dan mahal. Selain itu, keterbatasan infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, dan SDM juga menjadi penghambat banyak daerah 3T yang belum memiliki akses listrik dan jalan yang memadai,” kata Gumala Warman dalam literasi digital Empowern3T, Embrace the Digital age Lead the Change di Auditorium Universitas Pattimura, Selasa (17/2024).
Gumala mengatakan, faktor cuaca dan bencana alam juga menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan layanan telekomunikasi di daerah 3T.
Dirinya menuturkan, sering terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan badai dapat merusak infrastruktur telekomunikasi dan mengganggu layanan.
“Kondisi cuaca yang ekstrim seperti hujan lebat, angin kencang juga dapat mengganggu sinyal,” ujarnya.
Faktor keamanan, kata Gumala juga menjadi salah satu kendala utama, terutama untuk sebagian daerah di Papua yang masih berkutat dengan organisasi bersenjata.
Namun demikian, berbagai rintangan tersebut justru merupakan salah satu hal yang perlu dilawan guna meratanya transformasi digital sampai ke seluruh pelosok tanah air.
Baca Juga Bisnis Indonesia dan Bakti Kominfo Bagikan Literasi Digital di Universitas Lambung Mangkurat |
---|
“Justru dengan transformasi digital inilah akan diletakkan pusat dasar-dasar untuk membangun semua sektor lain yang tertinggal terdepan dan terluar,” ucap Gumala.
Adapun, BAKTI telah mengerjakan beberapa proyek, antara lain penyediaan infrastruktur BTS pada wilayah 3T di 1.665 lokasi yang menggunakan kontribusi Universal Service Obligation (USO).
Penyediaan infrastruktur BTS tersebut juga ditambah dengan penyediaan BTS 4G di 4.995 lokasi menggunakan bauran pembiayaan.
BAKTI, kata Gumala juga melakukan pembangunan dan penyediaan layanan internet untuk masyarakat menggunakan teknologi fiber dan radio link yang terdapat di 18.697 titik layanan publik di seluruh Indonesia.
“Kemudian, jaringan fiber optik juga sepanjang 12.229 km yang dinamakan Palapa Ring merupakan proyek telekomunikasi pemerintah pertama yang menggunakan skema pemerintah dengan badan usaha,” tutur Gumala.
Lebih lanjut, terdapat juga pembangunan High Throughput Satellite (HTS) Satria yang dinamakan Satria 1 dan memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps.
Satria ini, kata Gumala telah diluncurkan pada 19 Juni 2023 yang lalu dan beroperasi pada 2 Januari 2024. Adapun, Satria 1 merupakan skema kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha.