Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus mengebut persiapan seleksi frekuensi 700 MHz pada tahun ini di tengah permintaan penundaan lelang oleh operator seluler.
Diketahui pengusaha telekomunikasi seluler berharap lelang dapat diundur tahun depan mengingat rasio ongkos regulator terhadap pendapatan yang dibukukan saat ini sudah terlalu besar mencapai 12,2% secara industri. Lebih tinggi dibandingkan dengan rerata negara-negara di Asia Pasifik dan global yang rasionya masing-masing sebesar 8,7% dan 7,0%.
Tambahan spektrum frekuensi tanpa diiringi insentif akan membuat beban makin membengkak. Proyeksi GSMA, pada 2030 rasio ongkos frekuensi terhadap pendapatan menyentuh 20% pada 2030 jika tidak diiringi dengan insentif.
Mengenai nasib lelang spektrum 700 MHz tahun ini, Direktur Penataan Ditjen SDPPI Kemenkominfo Denny Setiawan mengatakan Kemenkominfo tetap melakukan persiapan lelang 700 MHz meskipun para penyelenggara seluler menyampaikan permintaan penundaan pelaksanaan lelang.
“Adapun kepastian pelaksanaannya masih menunggu kebijakan dari Menkominfo,” kata Denny kepada Bisnis, Selasa (3/9/2024).
Bisnis mencoba menghubungi Menkominfo Budi Arie Setiadi mengenai hal tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan tidak menjawab.
Denny menambahkan Kemenkominfo juga tengah mengantisipasi mengenai mekanisme yang akan diambil apabila pada akhirnya hanya terdapat sedikit penyelenggara seluler, 1-2 operator seluler, yang lanjut berminat mengikuti lelang 700 MHz.
Dia menuturkan pada prinsipnya lelang dilaksanakan bila jumlah permintaan terhadap frekuensi radio melebihi dari jumlah frekuensi radio yang tersedia.
“Jumlah permintaan frekuensi radio ini berkaitan dengan minat dari masing-masing peserta seleksi pada saat menyampaikan penawarannya nanti,” kata Denny.
Sekadar informasi, frekuensi 700 MHz telah kosong sejak November 2023 atau saat lembaga penyiaran televisi memadamkan siaran analog dan beralih ke digital. Frekuensi tersebut rencananya akan dilelang pada awal 2024, mundur menjadi pertengahan 2024 dan hingga saat ini belum terealisasi.
Butuh Dana
Dalam perkembangan lain, pemerintahan Prabowo Subianto berencana untuk mengoptimalkan penerimaan negara termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari lelang frekuensi 700 MHz guna mendukung sejumlah program prioritas yang telah disiapkan.
Editor Buku Strategi Transformasi Bangsa Prabowo Subianto sekaligus politikus partai Gerindra Dirgayuza Setiawan mengatakan Prabowo memiliki target untuk menaikan penerimaan negara sebesar 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika PDB Indonesia saat ini sebesar Rp22.500 triliun, lanjut Dirgayuza, maka 20% dari jumlah tersebut saja sudah sebesar Rp4.400 triliunan. Melebihi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia yang sebesar Rp3.300 triliun.
“Dengan peningkatan jumlah penerimaan banyak sekali hal yang harus dibiaya oleh pemerintah. Misal, banyak daerah yang infrastrukturnya kurang baik, jalan-jalan belum ada, sekolah rusak masih banyak,” kata Dirgayuza disela-sela acara Unlocking Digital Economy for Growth 8%, Selasa (3/9/2024).
Dia menambahkan selain sekolah, puskesmas-puskesmas yang ada saat ini juga terlalu padat (overload) sehingga membutuhkan dukungan pendanaan.
Berdasarkan data yang diperolehnya diperkirakan 500.000 orang akan meninggal karena jantung dan 300.000 orang meninggal karena diabetes pada tahun ini. Sementara itu Indonesia kekurangan rumah sakit yang memiliki peralatan dan dokter spesialis untuk menangani pasien yang mengidap penyakit tersebut,.
“Investasi yang harus dikeluarkan pemerintah sangat banyak oleh karena itu penerimaan negara harus menjadi prioritas, jika tidak maka taraf hidup kita tidak mungkin naik jika infrastruktur dasar untuk kesehatan tidak ada. Jadi itu alasan kenapa kita ingin meningkatkan karena banyak yang tidak bisa kita biaya akibat keterbatasan APBN dan keterbatasan untuk meminjam,” kata Dirgayuza.