Menimang Relokasi Ratusan BTS 4G di Wilayah Kahar

Leo Dwi Jatmiko,Rika Anggraeni
Selasa, 23 Juli 2024 | 07:00 WIB
Anak-anak Suku Boti mengakses smartphone di depan Ume Kbubu atau rumah bulat di Desa Boti, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (26/11/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Anak-anak Suku Boti mengakses smartphone di depan Ume Kbubu atau rumah bulat di Desa Boti, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (26/11/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dalam merelokasi ratusan base transceiver station (BTS) 4G di daerah kahar menuai pro dan kontra.

Di satu sisi langkah ini dinilai tepat karena risiko membangun di daerah tersebut sulit sehingga memakan ongkos besar, di sisi lain diminta cari solusi untuk internet masyarakat di daerah kahar.  

Bakti menyampaikan membangun BTS memerlukan biaya yang tidak sedikit, terutama di wilayah kahar yang penuh dengan risiko keselamatan pekerja. Alhasil, Bakti berencana untuk merelokasi BTS di wilayah kahar karena tidak ada jaminan keselamatan. Dari 623 BTS di wilayah kahar, 140 BTS sudah selesai terbangun. Artinya, sekitar 483 BTS bakal dibangun di wilayah baru yang lebih aman. 

Bakti juga menargetkan penyelesaian pembangunan BTS di daerah kahar selesai pada akhir 2024. Penyelesaian pembangunan BTS di daerah kahar terbagi dalam beberapa tahap.

Tahap pertama mencakup 148 lokasi yang diharapkan dapat segera diselesaikan. Tahap kedua mencakup 220 lokasi, kemudian tahap ketiga dengan 180 lokasi, dan terakhir tahap keempat yang mencakup 75 lokasi. Semua tahapan ini diharapkan selesai pada tahun ini.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan dalam relokasi perlu dilihat dari seberapa jauh titik bergeser dari titik BTS yang direncanakan. Sebab kalau jauh, perencanaannya harus dibuat baru lagi. 

“Kalau pindah desa atau kecamatan, maka harus ada solusi lain agar desa tersebut tetap mendapat akses internet. Kahar kan juga sudah lama dan apakah ketidakamanan masih terjadi sampai sekarang?” kata Heru kepada Bisnis, Senin (22/3/2024). 

Heru juga mengatakan relokasi merupakan keputusan mudah, tetapi harus ditetapkan oleh Presiden. Jokowi, menurutnya, harus menentukan penyelesaian pembangunan ratusan titik wilayah Bakti apakah dengan mengganti teknologi atau digeser ke tempat yang aman. 

Dia berpendapat jika 623 lokasi tetap dinyatakan tidak aman atau masih situasi kahar, maka bisa diganti teknologi berbasis satelit, walaupun teknologi ini juga tidak terlalu sempurna dan terbatas secara kapasitas. 

“Baiknya Menkominfo lapor Presiden dan minta maaf karena gagal menyelesaikan 623 BTS 4G, sambil memberikan solusi apa agar 623 wilayah itu tetap mendapat akses internet. Sebab kan jelas perintah Presiden bahwa semua BTS kelar pada Juni 2024,” kata Heru.

Langkah Tepat

Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB)  Ian Yosef Matheus Edward mengatakan biaya pembangunan BTS di daerah kahar bisa 2 kali hingga 4 kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan daerah biasa.

Ongkos bangun BTS Bakti menjadi lebih besar sebab pemerintah perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pengamanan, yang angkanya sulit diprediksi. 

Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) sempat menyebut biaya yang dihabiskan untuk membangun di daerah tertinggal, terdepan dan terluar dapat mencapai Rp600 juta - Rp1,5 miliar. Nilai bisa lebih tinggi tergantung pada kesulitan lokasi termasuk risiko keamanan. 

“Mahal, karena urusan nyawa. Asuransi jiwa juga siapa yang berani menanggung di daerah berisiko tinggi?” kata Ian kepada Bisnis, Senin (22/7/2024). 

Ian menambahkan selain menyewa pengamanan, untuk mencapai lokasi kahar juga harus menyewa helikopter untuk mengangkut perangkat di daerah kahar. Pengangkutan barang dengan helikopter dia sebut lebih cepat dan minim risiko. Namun, konsekuensinya adalah biaya makin membengkak. 

“Dibandingkan dengan di Jawa ongkos pembangunan bukan 1:1. jauh  perbandingannya,” kata Ian. 

Mengenai rencana relokasi, menurut Ian, dapat dilakukan mengingat daerah yang membutuhkan internet tidak hanya di daerah kahar. Banyak titik yang secara keamanan lebih baik, yang dapat dibangun jaringan internet. 

“Kami sedang mencari solusi, misal BTS ditaruh di atas High Altitude Platforms (HAPs). Starlink belum tentu mau memancarkan internet ke Papua. Mereka kan berbisnis bukan sosial,” kata Ian. 

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan dari perspektif teknologi, Starlink bisa jadi alternatif pilihan. Namun untuk  konteks Bakti, mungkin perlu dipertimbangkan juga keperluan utilisasi Satria-1, karena investasi puluhan triliun yang sudah digelontorkan untuk Satria 1, jangan sampai disia-siakan. 

“Jadi alangkah baiknya diprioritasnya Satria-1 terlebih dahulu,” kata Sigit. 

Sementara itu untuk HAPs, kata Sigit, HAPS/HIBS salah satu pilihan yang ada di untuk non-terrestrial network (NTN). Perlu ada analisis kasus per kasus untuk menentukan layanan mana yang lebih cocok bagi wilayah di Papua. 

“Kondisi lapangan seperti apa, kebutuhan layanan seperti apa, dan batasan-batasan lainnya yang ada. Makin banyak tersedia pilihan yang ada di Bakti, semakin terbuka peluang untuk memanfaatkan kelebihan dan tiap-tiap alternatif teknologi akses,” kata Sigit,

Mengenai Satria-1, Bakti menargetkan sekitar 24.500 titik stasiun bumi (VSAT) dari Satria-1 akan rampung pada 2024. Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Bakti Kemenkominfo Sri Sanggrama Aradea mengatakan untuk mencapai target tersebut Kemenkominfo akan membangun sekitar 20.000 titik sepanjang 2024 atau 2.000 titik VSAT setiap bulannya di seluruh Indonesia.

“Yang kedua, 20.000 (titik) yang tahun ini (2024) targetnya. Dalam satu tahun ini rencananya 20.000 (titik) baru,” ujar Aradea kepada wartawan.

Sebagai informasi, VSAT merupakan stasiun bumi atau alat penerima sinyal internet dari satelit. Nantinya, VSAT yang akan memancarkan sinyal Satria-1 ke perangkat masyarakat. 

Diketahui, mulanya akan ada 150.000 titik VSAT yang disasar oleh Satria-1. Namun setelah dikaji ulang, titik yang disasar hanya tersisa 37.000, sehingga kapasitas mbps yang diterima bisa lebih banyak. 

Adapun pengaktifan VSAT di 37.000 titik ini akan dilakukan bertahap dan merata di seluruh Indonesia. 

Aradea mengatakan pada 2023, Kemenkominfo telah berhasil membangun lebih dari 4.500 titik di seluruh Indonesia. Namun, Aradea mengaku mayoritas titik yang dibangun berada di Indonesia bagian tengah dan barat.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper