Peradaban Kuno Suku Chimú, Terkenal Karena Pengorbanan Anak

Redaksi
Kamis, 18 Juli 2024 | 15:19 WIB
Peneliti menemukan Suku Chimu yang berasal dari peradaban kuno/Reuters
Peneliti menemukan Suku Chimu yang berasal dari peradaban kuno/Reuters
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Sebelum Suku Inca menguasai pesisir barat Amerika Latin, peradaban Suku Chimú telah hidup di wilayah yang kini disebut Peru.

Suku Chimú atau Kerajaan Chimor merupakan peradaban yang maju dan inovatif, tetapi tidak banyak yang mengetahui mereka. Kemajuan Suku Chimú dibayangi oleh penerusnya, Suku Inca, yang legendaris.

Mengenal Suku Chimú

Dilansir dari Chimu Blog, Suku Chimú hidup sejak tahun 900–1470 M dengan ibukota Chan Chan.

Suku Chimú menciptakan sistem pertanian dan perairan yang efektif berpusat pada sistem hidrolik. Mereka membuat kanal untuk mengairi tanah, sumur besar, dan waduk. Selain itu, pertanian dilakukan pada tanah yang telah digali, sehingga tanah jauh lebih subur dan lembab dibandingkan lapisan atas yang kering.

Chimú semakin kaya dan mendominasi wilayah sekitar karena sistem-sistem ini. Produktivitas pertanian semakin tinggi. Hal ini mendorong kota Chan Chan sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan.

Terdapat ribuan perajin yang tinggal di Chan Chan, paling dikenal sebagai perajin tekstil dan tembikar. Bentuk keseniannya unik serta geometris, warna-warni, dan menggunakan beragam material.

Chimú menyembah bulan. Kemungkinan besar, hal ini karena mereka tinggal di pesisir. Bulan mempengaruhi pasang-surut laut, dan dengan demikian cuaca pesisir. Sebagai peradaban yang sering melakukan ritual persembahan, terdapat teori bahwa pengorbanan anak yang dilakukan adalah bentuk ritual untuk bulan.

Kerajaan Chimor berdampak besar terhadap suku-suku lain, sehingga mereka menjadi kerajaan kuno terbesar kedua di Amerika Latin setelah suku Inca.

Penemuan Ratusan Tengkorak Anak

Dilansir dari National Geography, pada 2011 dimulai penggalian situs ritual kuno Suku Chimú di daerah Huanchaquito. Para arkeolog terkejut, karena yang ditemukan adalah 269 tulang belulang anak berusia 5–14 tahun dan 3 orang dewasa.

Gabriel Prieto, dosen arkeologi dari National University of Trujillo, memimpin proyek ini. Ia berkata, “Pemakamannya bukan seperti pemakaman suku Chimú biasanya.”

Suku Chimú biasanya memakamkan warganya pada posisi duduk. Harta dan tembikar milik jenazah juga ikut dimakamkan.

Anehnya, pada pemakaman anak ini, banyak yang dimakamkan bersama hewan–bayi llama dan alpaca, rata-rata berwarna cokelat. Hal ini unik, karena menurut sejarawan, hewan-hewan ini sangat berharga bagi suku-suku kuno.

Dengan bantuan beberapa pihak, ditemukan pada semua tengkorak–anak maupun hewan–terdapat bekas sayatan di tulang dada. Menurut mereka, perbuatan ini kemungkinan dilanjutkan dengan diambilnya jantung.

Penemuan terakhir inilah yang meyakinkan para ahli terlibat bahwa pemakaman ini adalah bekas ritual pengorbanan anak–seperti yang dilakukan Suku Inca.

Akan tetapi, mereka masih mempertanyakan mengapa Suku Chimú melakukan hal ini. Kurangnya dokumentasi tertulis membuat mereka kebingungan.

Ritual Pengorbanan Akibat Badai El Niño

Para ahli berteori bahwa ritual sistematis ini dilakukan karena badai El Niño melanda daerah setempat. Mereka mendapatkan petunjuk ini melalui peninggalan jejak lumpur yang tebal dan sudah mengering di sekitar makam.

Prieto menjelaskan, “Lumpur yang dalam berarti pernah ada hujan deras. Di pesisir Peru Utara yang kering, hujan seperti itu hanya terjadi saat El Niño.”

Peristiwa iklim El Niño memang kemungkinan besar dapat menggoyahkan pertanian dan maritim Suku Chimú. Dilakukan studi yang menunjukkan bahwa pada masa Suku Chimú, terdapat kekeringan selama ratusan tahun, dilanjutkan dengan intensitas banjir tinggi akibat El Niño.

Sistem irigasi yang kompleks dapat menjadi kacau karena volume air yang tiba-tiba meningkat tinggi. Hal ini berefek pada stabilitas ekonomi Suku Chimú.

Para arkeolog berasumsi bahwa para pemimpin bisa saja melakukan pengorbanan anak secara massal sebagai upaya mereka berkomunikasi pada dewa untuk menghentikan hujan. Menurut mereka, jumlah anak dan hewan begitu besar menunjukkan bahwa ini merupakan upaya terakhir penuh keputusasaan. (Ilma Rayhana)

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Redaksi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper