Perbandingan ARPU dan BHP Frekuensi Starlink vs Seluler Juni 2024

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:00 WIB
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Satelit orbit rendah Starlink milik Elon Musk tercatat memiliki rerata pendapatan per pelanggan (ARPU) bulanan yang lebih besar ketimbang operator seluler dan operator fixed broadband atau internet rumah pada Juni 2024.

Ketiga layanan tersebut sama-sama melayani pelanggan ritel, tetapi dari sisi beban biaya hak penggunaan frekuensi Starlink lebih ringan. 

Berdasarkan data yang diterima Bisnis Indonesia dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), diketahui setiap bulannya Starlink diperkirakan mencetak ARPU sebesar Rp2 juta - Rp 3 juta. 

Starlink menawarkan harga layanan internet untuk kawasan residensial dan enterprise mulai dari harga Rp750.000/ bulan hingga Rp4,3 juta / bulan. 

Sementara itu, pemain fixed broadband seperti IndiHome, Biznet, Oxygen dan lain sebagainya, memiliki ARPU sekitar Rp300.000 per bulan dengan harga layanan berkisar Rp300.000 per 50 Mbps. 

Operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan Smartfren, secara gabungan memiliki ARPU sebesar Rp30.000 - Rp40.000 per bulan. Operator menawarkan pelanggan layanan internet sekitar Rp7.000/GB. 

Sejalan dengan ARPU yang diperoleh, kecepatan internet yang diberikan pun beragam. Starlink saat ini mampu memberikan internet dengan kecepatan unduh hingga 100 Mbps dan unggah 15 Mbps.

Sementara itu seluler sekitar 24,65 Mbps (unduh) dan 13,53 Mbps (unggah). Fixed broadband sekitar 28,28 Mbps (unduh) dan 16,5 Mbps (unggah).

Starlink diluncurkan
Starlink diluncurkan

Dari sisi biaya hak penggunaan (BHP), meski sama-sama melayani pelanggan ritel, namun pemerintah menerapkan kebijakan yang berbeda. Operator seluler dikenakan BHP dengan perhitungan IPFR atau izin pita frekuensi radio. 

Hal tersebut disebabkan frekuensi yang digunakan operator seluler adalah frekuensi yang khusus untuk satu operator saja (dedicated). Alhasil, biaya yang dikeluarkan operator mencapai triliunan rupiah.

Sementara itu Starlink membayar dengan menggunakan metode Izin Stasiun Radio (ISR). Satu pita frekuensi digunakan bersama-sama dengan pemain satelit lainnya. Alhasil, biaya yang dikeluarkan cenderung lebih murah hanya miliaran rupiah. 

ATSI berharap agar pemerintah memindahkan Starlink dari ISR menjadi IPFR agar terjadi persaingan yang sama di industri telekomunikasi, mengingat keduanya sama-sama melayani pasar ritel.

ATSI juga berharap agar Starlink mendapat perlakuan yang sama seperti operator seluler mulai dari NOC, PNBP, layanan purna jual dan lain sebagainya. 

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper