Bisnis.com, JAKARTA - PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) menilai peluang pemain satelit Geostasioner (GEO) dalam mengambil ‘kue’ internet di daerah rural masih terbuka meski satelit orbit rendah (low earth orbit/LEO) Starlink milik Elon Musk telah mengepung wilayah antariksa Indonesia. Lebih dari 200 satelit Starlink dikabarkan telah berada di orbit rendah RI.
Satelit LEO adalah satelit yang mengorbit di ketinggian 160 kilometer (KM) - 200 KM di atas permukaan bumi. Jauh lebih rendah dibandingkan satelit GEO yang mengorbit di ketinggian 35.000 km di atas permukaan bumi.
Dengan jarak yang lebih rendah, kecepatan dan latensi internet LEO jauh lebih baik dibandingkan GEO. Starlink LEO dapat memberikan internet dengan latensi 2 milidetik (ms)- 22 ms. Sementara itu GEO sebesar 447 ms.
CEO Pasifik Satelit Nusantara 5 Adi Rahman Adiwoso mengatakan meski secara kecepatan internet berbeda jauh, pasar satelit GEO masih tetap ada. Perusahaan-perusahaan yang peduli terhadap keamanan datanya, cenderung menghindari Starlink dan memilih pemain dalam negeri.
“Kami lihat masih banyak kesempatan untuk Indonesia dan saya rasa banyak sekali yang mengkhawatirkan keamanan data maka dengan sendirinya perusahaan yang tidak ingin datanya dikompromikan, pasti tidak akan mau kasih [ke Starlink]" kata Adi kepada Bisnis, Senin (17/6/2024).
Tidak hanya itu, lanjut Adi, secara target pasar Starlink dan PSN tidak saling beririsan. Adi menyebut Starlink menyasar ke pasar ritel bukan institusi seperti perbankan.
Dia juga mengatakan meski pasar satelit Tanah Air besar, Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada kapasitas luar negeri saja. Hadirnya Starlink menjadi sedikit berbeda karena ketenaran dari Elon Musk.
“Saat ini kan banyak satelit. Tetapi kan tidak mengancam kapasitas nasional. Tetapi sekarang Elon Musk, media darling, semuanya ingin potret sama dia,” kata Adi.
Sementara itu dari sisi frekuensi, Adi mengatakan, sejauh ini belum frekuensi LEO belum mengganggu satelit GEO. Namun, dalam Konferensi Komunikasi Radio Dunia (WRC) 2023 beberapa waktu lalu, seluruh pemain dunia sepakat menolak rencana Elon Musk menambah tingkat toleransi noise atau gangguan dari Starlink.
Para pemain satelit GEO khawatir jika permohonan tersebut dikabulkan, maka kapasitas satelit GEO akan berkurang.
“Pertempurannya di regulasi tidak hanya di sana [frekuensi]” kata Adi.
Untuk diketahui, PSN merupakan salah satu operator satelit terbesar di Indonesia. PSN telah meluncurkan 3 satelit, khusus internet.
Satelit pertama adalah Satelit Nusantara Satu yang merupakan Satelit Broadband pertama Indonesia, yang menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas bandwidth besar untuk memberikan layanan akses broadband.
Satelit Nusantara-1 memiliki kapasitas 26 transponder C-band dan 12 transponder Extended C-band serta 8 spot beam Ku-band dengan total kapasitas bandwidth mencapai 15 Gbps, dengan area cakupan (coverage) hingga ke seluruh wilayah Indonesia.
Nusantara Satu dibuat oleh Space System Loral (SSL), Amerika Serikat dan diluncurkan di Cape Canaveral, Amerika Serikat pada Februari 2019 menggunakan roket peluncur Falcon-9 dari perusahaan Space-X. Dalam 1 tahun, kapasitas Satelit Nusantara I telah terisi penuh.
Kemudian, Satelit Nusantara-2 yang sesuai jadwal telah diluncurkan dari Xichang Satellite Launch Center (XLSC), Tiongkok menggunakan Roket Long March 3B, pada 2020. Sayangnya, satelit ini hilang kontak dan gagal mengorbit.
Adapun Satelit Nusantara-3 atau yang dikenal dengan Satelit Satria-1 saat ini telah berada diorbit dan siap menyuntikan internet ke 37.000 titik, dengan kecepatan internet per titik dibuat fleksibel antara 3 Mbps hingga 20 Mbps.
PSN dikabarkan juga memiliki Satelit Nusantara IV, tetapi informasi yang beredar satelit tersebut adalah satelit HBS, yang dihapus pengadaannya oleh Bakti Kemenkominfo karena Satria-1 telah berada di orbit dan dana yang dimiliki dialokasikan untuk keperluan pembangunan penerima sinyal satelit Satria-1 di bumi atau RTGS.
Terakhir, Satelit Nusantara-5 yang direncanakan meluncur pada akhir 2024. Satelit tersebut memiliki kapasitas 160 Gbps atau 10 Gbsp lebih tinggi dari Satelit Satria-1.