Bisnis.com, JAKARTA - Laporan East Ventures–Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2024 menyajikan data daya saing digital di 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten di Indonesia.
Dalam EV-DCI 2024, yang menjadi edisi kelima sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2020, menyebutkan daya saing digital di daerah-daerah di Indonesia terus menunjukkan tren positif, terlihat dengan skor EV-DCI 2024 sebesar 38,1. Skor ini meningkat dari skor tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 37,8 (2023) dan dua tahun sebelumnya, yaitu 35,2 (2022).
Pada EV-DCI 2024, 10 provinsi dengan skor tertinggi masih didominasi oleh provinsi di pulau Jawa, seperti pada peringkat di tahun sebelumnya. Secara berurutan, 10 provinsi tersebut adalah (1) DKI Jakarta, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Timur, (4) DI Yogyakarta, (5) Banten, (6) Bali, (7) Kepulauan Riau, (8) Kalimantan Timur, (9) Sumatera Utara, dan (10) Jawa Tengah. Keempat provinsi di luar pulau Jawa yang berada di 10 besar ini secara konsisten dapat bersaing dengan provinsi di pulau Jawa.
"Untuk melihat perkembangan pembangunan daya saing digital Indonesia secara keseluruhan, kita dapat mengamati pergerakan nilai median atau nilai tengah indeks dari tahun ke tahun. Nilai median yang terus mengalami perbaikan selama lima tahun secara berturut-turut menggambarkan peningkatan daya saing digital secara keseluruhan di seluruh provinsi, khususnya pada provinsi peringkat menengah dan bawah," kata Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, dalam siaran pers Rabu (22/5/2024).
Nilai spread atau selisih antara skor provinsi tertinggi (DKI Jakarta - 78,2) dan terendah (Papua Pegunungan - 17,8) untuk EV-DCI 2024 yaitu 60,4, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 52,4 pada 2023.
Melebarnya nilai spread dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain perbedaan laju pembangunan digital masing-masing provinsi, serta perlambatan pembangunan yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro yang mempengaruhi daya beli masyarakat.
Sebagai contoh, pengaruh perbedaan laju pembangunan, di mana Kalimantan Barat dan Gorontalo sama-sama menunjukkan peningkatan di berbagai indikator. Namun secara relatif, pembangunan di Gorontalo jauh lebih pesat dibandingkan dengan Kalimantan Barat.
Oleh karena itu, ketika dibandingkan dalam penghitungan indeks, skor Gorontalo naik 3.0 poin sementara skor Kalimantan Barat menurun 3.0 poin.
EV-DCI memetakan daya saing digital daerah melalui pengukuran terhadap tiga sub-indeks, sembilan pilar, dan 50 indikator. Sub-indeks pembentuknya adalah Input, Output, serta Penunjang. Sub-indeks tersebut tersusun atas pilar Sumber Daya Manusia, Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Pengeluaran TIK, Perekonomian, Kewirausahaan dan Produktivitas, Ketenagakerjaan, Infrastruktur, Keuangan, dan Regulasi dan Kapasitas Pemda.
Baca Juga Sri Mulyani Kantongi Rp24,12 Triliun Pajak Usaha Ekonomi Digital, dari Fintech Tembus Rp2,03 Triliun |
---|
Skor EV-DCI 2024 tertinggi masih dipegang oleh DKI Jakarta, dengan skor 78,2. Sementara itu, di posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Jawa Barat dan Jawa Timur dengan skor 60,0 dan 52,3.
Posisi 10 provinsi dengan peringkat tertinggi pada EV-DCI 2024 tidak berbeda dengan yang ditemukan pada EV-DCI 2023, meski dengan perbedaan peringkat. Di 2024, Jawa Timur naik ke peringkat ke-3, menggeser posisi DI Yogyakarta yang kini menempati peringkat ke-4.
Beberapa provinsi di luar Jawa mengalami peningkatan daya saing digital yang cukup baik. Contohnya, Gorontalo yang mengalami peningkatan 10 peringkat di EV-DCI 2024, menjadi peringkat 20 dari peringkat 30 di 2023. Peningkatan Gorontalo ini merupakan yang tertinggi di EV-DCI 2024. Selain Gorontalo, provinsi lain yang mengalami peningkatan signifikan adalah Sulawesi Tenggara (dari 29 ke 21), Riau (dari 21 ke 14), dan Kalimantan Utara (19 ke 13).
Laporan riset EV-DCI 2024 dengan tema “Mewujudkan kedaulatan digital Indonesia” juga menyebutkan kedaulatan digital menjadi salah satu aspek penting untuk suatu negara dapat memaksimalkan perkembangan digitalisasi di negaranya untuk menjadi motor peningkatan kesejahteraan, tidak terkecuali untuk Indonesia.
Untuk mewujudkan kedaulatan digital Indonesia, penguatan daya saing digital secara berkelanjutan menjadi faktor yang amat penting. Berbagai tantangan dalam pembangunan digital yang masih dihadapi Indonesia hingga kini, seperti isu pemerataan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia telah menjadi sorotan pemerintah.
Selama 10 tahun terakhir, pemerintah Indonesia sudah menjalankan berbagai program peningkatan daya saing digital yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan masyarakat secara luas.
Program seperti gerakan UMKM Go Digital serta program Literasi Digital telah menunjukkan hasil untuk penguatan daya saing bisnis dan masyarakat. Ditambah lagi, program digitalisasi pemerintahan seperti Gerakan 100 Smart City dirancang untuk juga membawa manfaat pembangunan digital ke ranah tata kelola pemerintahan. Program-program seperti ini diharapkan dapat terus meningkatkan daya saing digital Indonesia.
Selain penguatan daya saing, pemerintah Indonesia juga telah menghasilkan berbagai regulasi serta kemitraan yang bertujuan melindungi kedaulatan digital Indonesia. Harapannya, pesatnya perkembangan digital dan menguatnya keterhubungan global tidak menghasilkan pembangunan digital yang bertentangan dengan kepentingan bangsa Indonesia.
Terkait faktor ekonomi makro, Direktur Eksekutif Katadata Insight Center Adek Media Roza menambahkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara ekonomi makro dan daya saing digital menyebabkan pemerintah perlu memandang isu ini secara holistik.
“Penurunan pilar Penggunaan TIK dan Pengeluaran TIK yang dipicu melemahnya daya beli akibat inflasi serta tekanan eksternal lainnya menjadi salah satu contoh bagaimana situasi ekonomi makro mempengaruhi upaya penguatan daya saing digital Indonesia. Sehingga, pemerintah tetap perlu memperhitungkan berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan daya saing digital Indonesia,” imbuhnya.